PANDEMI COVID-19 memaksa banyak kegiatan masyarakat menjadi terbatas, bahkan sejumlah orang terpaksa harus di rumah saja. Kebiasaan yang telah bergulir selama sekitar dua tahun itu, bisa mengakibatkan kesehatan tulang mengalami kemunduran.
Padahal, tulang membutuhkan banyak tekanan dengan berbagai aktivitas gerak agar tulang menjadi padat dan kuat. Namun, selain karena pandemi, kesehatan tulang juga menurun secara fisiologis seiring bertambahnya usia.
Baca Juga:
Dengan bertambahnya usia harapan hidup di dunia, termasuk di Indonesia, menjaga kesehatan tulang sedini mungkin cukup penting, agar bisa bekerja dan beraktivitas dengan produktif dan tetap aktif menikmati masa tua.

Pengetahuan mengenai kesehatan tulang juga penting sebagai upaya pencegahan. Karena, permasalahan tulang bersifat silent disease, yang bila dibiarkan bisa menimbulkan risiko yang dapat disesali di kemudian hari.
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Dr. Isa An Nagib, Sp.OT(K), mengibaratkan tulang sebagai gelas yang berisi air, yang seiring dengan bertambahnya usia, gelas itupun mulai mengalami kebocoran dan mulai keluar isi airnya.
"Kenapa seperti itu? Pada usia 0-30 tahun, tulang mengalami deposisi atau tulang itu lebih banyak pembentukan dibandingkan resorption atau pembongkaran. Namun di atas usia tersebut, secara fisiologis tulang kitapun mengalami degenerasi, terjadi lebih banyak pembongkaran, sehingga isi di dalam gelas berkurang terus," jelas Dokter Isa.
Menurutnya, apabila kondisi itu terus menurus dibiarkan, akan membuat kondisi tulang tidak baik. Tulang jadi rentan patah, bahkan hanya terpeleset bisa membuat tulang menjadi patah.
Keadaan seperti itu tak boleh dibiarkan, karena tidak hanya akan membuat kualitas hidup seseorang menjadi berkurang, tapi untuk memperbaikinya, membutuhkan biaya dan harus melewati operasi yang berisiko. Selain itu, masa pemulihan pun akan memakan waktu lama.
Hal tersebut bisa terjadi apabila kondisi tulang mengalami osteopenia atau osteoporosis. Karena itu, dibutuhkan suplemen agar kondisi kesehatan tulang tidak cenderung tergerus terus.
Untuk asupan, Dokter Isa mengatakan dosis harian kalsium berbeda jumlahnya berdasarkan umur. Usia 1-3 tahun hanya membutuhkan 700 mg kalsium per harinya, sedangkan di usia 4-8 tahun akan meningkat menjadi 1.000 mg per hari, dan 1.300 mg per hari pada usia 9-18 tahun. Dosis 1.300 mg per hari juga dibutuhkan pada perempuan ketika hamil.
"Kita tidak bisa memastikan apakah dari makanan, susu, dan sebagainya bisa mendapatkan kalsium dengan kadar sebesar itu," katanya.
Mengenai asupan tersebut, Dokter Isa menegaskan, bahwa suplemen sama seperti makanan, tapi dalam bentuk yang berbeda. "Istilahnya, suplemen itu adalah ekstrak dari makanan yang kita konsumsi," jelas Dr. Isa.
Karena itu, Isa menyarankan untuk mengonsumsi suplemen tulang, sebagai tambahan dari makanan atau susu yang kita konsumsi. Namun mengonsumsi kalsium dan vitamin D3 juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan.

Pada kesempatan yang sama, Dr Raphael Aswin Susilowidodo M.Si selaku VP Research and Development SOHO Global Health mengatakan, bahwa PT Soho Global Health terus berinovasi untuk dapat memberikan produk-produk kesehatan yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, salah satunya lewat kehadiran Imboost Bone.
Aswin menuturkan, pihaknya melihat bahwa kepedulian masyarakat Indonesia terhadap kesehatan tulang sudah semakin baik saat ini. Namun sayangnya, masih kurang informasi tentang pentingnya vitamin dan mineral yang dapat membantu penyerapan konsumsi kalsium dosis tinggi dengan lebih baik.
Baca Juga:
"Jangan sampai niat kita untuk menjaga Kesehatan tulang malah nanti menjadi penambah risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, karena penyerapan kalsium yang tidak optimal ke dalam tulang," ungkapnya. (Ryn)
Baca Juga: