PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (2/12), memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia. Keputusan yang sangat diantisipasi dan ditunda tersebut dapat membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja dan penggunaannya untuk dunia medis.
Dilansir dari laman The New York Times, pemungutan suara oleh Komisi Narkotika yang berbasis di Vienna dan mencakup 53 negara anggota, mempertimbangkan serangkaian rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang klasifikasi ulang ganja dan zat turunannya.
Baca juga:
Negara yang Melegalkan Ganja untuk Medis. Turki Salah Satunya
Tetapi perhatian berpusat pada rekomendasi utama untuk menghilangkan ganja dari Konvensi Tunggal 1961 tentang Narkotika, substansi tersebut terdaftar bersama dengan obat golongan opioid yang berbahaya dan sangat adiktif, seperti heroin.
Para ahli mengatakan bahwa pemungutan suara tidak akan langsung berdampak pada pelonggaran kontrol internasional. Pemerintah masih memiliki kekuasaan tentang pengklasifikasikan ganja.
Tetapi banyak negara melihat ke konvensi global sebagai pedoman. Pengakuan PBB menjadi kemenangan simbolis, setidaknya bagi para pendukung perubahan kebijakan narkoba yang mengatakan bahwa hukum internasional sudah ketinggalan zaman.

“Ini adalah kemenangan besar dan bersejarah bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih,” kata Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba.
Zemouli juga memantau dengan cermat pemungutan suara dan posisi negara anggota. Dia mengatakan bahwa ganja telah digunakan sepanjang sejarah untuk tujuan pengobatan dan keputusan pada hari Rabu memulihkan status itu.
Perubahan tersebut kemungkinan besar akan mendukung penelitian medis dan upaya legalisasi di seluruh dunia. Penggunaan ganja dalam medis marak digunakan dalam beberapa tahun terakhir di beberapa negara. Kandungan turunan dari ganja digunakan dalam beberapa produk seperti cannabidiol atau CBD, senyawa nonintoxicating.
Cowen, sebuah perusahaan investasi dan jasa keuangan, memperkirakan bahwa industri CBD di Amerika Serikat akan bernilai US$ 16 miliar (Rp226 Triliun) pada tahun 2025. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CBD dapat melindungi sistem saraf, meredakan kejang, nyeri, kecemasan, dan pembengkakan.
Baca juga:
Manfaat Kesehatan dari Cannabinoid yang Mampu Melawan Penyakit Kronis

Rekomendasi untuk mengubah klasifikasi mariyuana pertama kali dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2019. Tapi secara politik memecah belah dan menyebabkan penundaan yang tidak biasa dalam pemungutan suara komisi PBB.
Klasifikasi ulang melewati pemungutan suara dengan hasil 27-25. Amerika Serikat dan negara-negara Eropa menjadi negara yang memberikan suara mendukung, sementara Cina, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Rusia menjadi negara yang menentang.
Delegasi dari China mengatakan bahwa, meskipun ada perubahan klasifikasi ganja oleh PBB, negara itu akan secara ketat mengontrol ganja untuk melindungi dari bahaya dan penyalahgunaan.
Sementara delegasi Inggris mengatakan, klasifikasi ulang itu sejalan dengan bukti ilmiah dari manfaat terapeutiknya. Negara tersebut pun masih sangat mendukung adanya kontrol internasional untuk ganja. (Kna)
Baca juga: