MK Putuskan Menteri Jadi Capres tidak Harus Mundur, Cukup Izin Presiden
Ketua MK Anwar Usman (tengah) menyatakan pihaknya siap menerima gugatan perselisihan hasil Pemilu 2019 (Foto: antaranews)
MerahPutih.com - Kabar baik datang untuk Menteri yang berniat maju di Pilpres 2024.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menteri tak perlu mundur dari jabatan jika hendak mencalonkan diri sebagai presiden (capres) atau wakil presiden (cawapres).
Baca Juga:
Gencarnya Relawan Dukung Ganjar Maju Capres Berpotensi Adu Domba Para Tokoh
Pernyataan itu tertuang dalam putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022 yang diajukan Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Senin (31/10) kemarin.
MK menerima sebagian dari permohonan Partai Garuda.
"Menyatakan frase 'pejabat negara' dalam pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ... bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," ucap Ketua MK Anwar Usman yang dikutip, Selasa (1/11).
Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 mewajibkan pejabat negara mengundurkan diri dari jabatannya saat hendak jadi capres.
Pengecualian diberikan kepada presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil walkota.
Pada putusan perkara ini, MK menambahkan jabatan yang dikecualikan. MK memasukkan menteri sebagai pejabat negara yang tak perlu mundur saat maju capres.
"... termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden," ucap Anwar.
Hakim konstitusi juga membuat norma baru terhadap Penjelasan Pasal 170 ayat 1. Pada intinya, MK tidak memasukkan lagi menteri ke dalam daftar jabatan yang harus mengundurkan diri ketika maju nyapres.
Baca Juga:
Dengan begitu, hanya tersisa delapan jenis jabatan yang pejabatnya harus mundur ketika maju jadi capres, yakni:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung;
b. Ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan, kecuali hakim ad hoc;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
d. Ketua, wakil ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
e. Ketua, wakil ketua dan anggota Komisi Yudisial;
f. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
g. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; dan
h. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, gugatan Partai Garuda ini dikabulkan sebagian karena menteri juga memiliki hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih.
"Terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," ujar Arif membacakan pertimbangan hukum hakim konstitusi.
Dalam pengambilan putusan atas gugatan Partai Garuda ini, satu dari sembilan hakim MK menyatakan concurring opinion atau alasan berbeda, yakni hakim konstitusi Saldi Isra. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Prabowo Dinilai Sukses Jadikan Pertanian sebagai Program Prioritas
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Bengkel Kebakaran, TransJakarta Koridor 13 Mampang-Ciledug Cuma Sampai Halte JORR Petukangan
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
PSSI Resmi Akhiri Kontrak Patrick Kluivert Usai Gagal Bawa Indonesia ke Piala Dunia 2026
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168