Mengenal Pitohui, Burung Beracun Pertama yang Dikonfirmasi Secara Ilmiah

Raden Yusuf NayamenggalaRaden Yusuf Nayamenggala - Kamis, 11 Agustus 2022
Mengenal Pitohui, Burung Beracun Pertama yang Dikonfirmasi Secara Ilmiah
Pitohui merupakan burung beracun pertama dan satu-satunya yang sudah dikonfirmasi secara ilmiah di dunia. (facebook/torbjorn vik)

PITOHUI adalah burung kecil endemik Papua Nugini. Burung ini burung beracun pertama dan satu-satunya yang sudah dikonfirmasi secara ilmiah.

Dalam kehidupan orang-orang Melanesia di Papua Nugini sudah lama menjauhkan tangan mereka dari burung Pitohui. Seperti yang dikutip dari laman odditycentral, potensi racun burung itu ditemukan secara kebetulan pada lebih dari tiga dekade yang lalu.

Baca Juga:

Startup Asal Swedia Berdayakan Burung Gagak untuk Memungut Sampah

Pitohui merupakan burung beracun (facebook/satish kumar pranatharthyharan)

Pada tahun 1990, ahli burung Jack Dumbacher berada di kepulauan Pasifik mencari burung cendrawasih. Dia sudah memasang jaring kabut halus di antara pepohonan, untuk menangkap burung tersebut, dan berakhir dengan beberapa burung Pitohui yang terjerat.

Ketika Jack mencoba mengeluarkan burung-burung dari perangkap, Pitohui menggaruk dan menggigit jarinya. Kemudian, Jack Dumbacher merasakan bibir dan lidahnya mati rasa.

Kemudian, karena Jack dan teman-temannya curiga bahwa gejala tersebut disebabkan oleh burung Pitohui. Mereka kemudian mengambil bulu Pitohui dan memasukkannya ke dalam mulut. Mati rasa dan rasa sakit berikutnya dengan cepat kembali.

Pada tahun yang sama saat Jack Dumbacher membuat penemuannya yang kebetulan, para ilmuwan yang menyiapkan bangkai Pitohui untuk pameran museum, mengalami mati rasa dan terbakar saat menanganinya.

Dumbacher dipuji karena menemukan sifat beracun pada burung tersebut. Ketika dia bertanya pada penduduk asli Papua Nugini tentang Pitohui, mereka sudah mengetahui tentang racun pada burung tersebut.

Warga setempat menyebutnya 'burung sampah' karena mengeluarkan bau busuk saat dimasak, dan hanya dikonsumsi sebagai pilihan terakhir, saat tidak ada sumber makanan lain yang tersedia.

Untuk penelitian lanjutan, Jack Dumbacher mengirim beberapa bulu pada John W. Daly di National Institutes of Health, pakar racun ternama dunia.

Baca Juga:

Unik, Petani Jepang Gunakan Burung Hantu Untuk Pengendali Hama

Sejak tahun 1960-an, Daly telah mengidentifikasi batrachotoxin sebagai racun mata panah beracun di Kolombia. Racun yang ada pada burung itu masuk dalam keluarga racun dari Kolombia itu.

Senyawa yang dikenal sebagai batrachotoxins (BTXs) merupakan alkaloid steroid neurotoksik, yang bekerja menggangu aliran ion natrium melalui saluran di saraf dan memberatkan otot yang menyebabkan mati rasa, kelumpuhan, dan terbakar dalam konsentrasi rendah. Yang lebih parah dapat diikuti oleh serangan jantung dan kematian.

Senyawa tersebut diakui sebagai seyawa paling beracun menurut beratnya di seluruh alam. Yakni 250 kali lebih beracun dari pada strychnine.

Sumber toksin dalam Pitohui sudah menjadi topik perdebatan besar di antara para ilmwuan. Namun, konsensus umum adalah bahwa burung tidak menghasilkan racun itu sendiri. Hewan itu mendapatkannya dari makanan mereka, khususnya kumbang Choresine yang juga mengandung toksin.

Namun, alasan mengapa Pitohui beracun belum ditentukan. Sejumlah ilmuwan memprediksi, bahwa itu untuk mencegah predator, karena ada sedikit bukti untuk mendukung teori tersebut.

Penjelasan yang cukup masuk akal, bahwa racun pada kulit dan bulu Pitohui dirancang untuk menjauhkan parasit. Eksperimen sudah menunjukan, bahwa kutu cenderung menghindari bulu beracun dari Pitohui. (Ryn)

Baca Juga:

Peneliti Temukan Spesimen Burung Langka, Setengah Jantan Setengah Betina

#Hewan #Sains #Viral #Berita Unik
Bagikan
Ditulis Oleh

Raden Yusuf Nayamenggala

I'm not perfect but special
Bagikan