Meja Sekolah Jadi Arena Psywar Anak Pagi Versus Siang


Meja sekolah jadi media psywar. (Foto: boombastis)
MEJA sekolah tak pernah besih dari coretan. Mungkin bisa bersih kalau baru sehari atau paling lama tiga hari baru tiba. Setelahnya, muncul guratan gambar hati retak, Naruto, lambang klub bola kesayangan, dan nama dengan tambahan "Was Here".
Lain lagi kalau di satu gedung ada dua sekolah, biasanya satu sekolah berlangsung di pagi hari, satu lagi pada petang. Lumrahnya sekolah tersebut ada di banyak Sekolah Dasar hingga tahun 2000-an.
Baik anak pagi maupun anak siang lebih sering enggak saling kenal. Mungkin karena sirkel pertemanannya berbeda atau memang benar-benar tak pernah ada kontak meski satu gedung.
Baca juga:

Kontak di antara keduanya biasanya saling intensif di meja sekolah lewat berbagai coretan. Kebanyakan memang coretan-coretan tersebut lebih mengarah pada saling mengejek ketimbang rispek satu sama lain.
"Anak siang dekil" tulis di ujung kanan salah satu meja. Esoknya tulisan tersebut tertiban dengan tulisan lebih tebal menggunakan cat putih sebagai koreksi bila pena salah menulis. "Apalgi pagi enggak pernah mandi".
Lain lagi coretan di sisi kanan atas. "Anak siang was her". Dibalas lagi sama anak pagi. "Salah woi kurang e". Esoknya ditambah lagi dengan tulisan. "Yaelah timbang kurang satu e. Sombong amat". Begitulah berbalas coretan khas anak SD di Negeri Aing jika ada dua sekolah berbeda jam pada satu hari.
Biasanya meja akan penuh dengan coretan. Entah pakai Tipe-x, spidol, pena, pensil, sampai guratan menggunakan cutter. Memang jarang sekali ada coretan saling memuji antara anak pagi dan anak siang. Bahkan, tak jarang bila ekskalasinya membesar arena psywar di meja sekolah bisa berpindah di arena lain.
Baca juga:

Keduanya akan mencari arena lain untuk berkontestasi. Salah satunya lewat pertandingan sepakbola. Mereka akan bertanding demi gengsi siapa jadi terbaik. Laga dijamin panas. El Classico tentu kalah membara.
Sebelum pertandingan pun perang urat syaraf anak pagi dan siang masih berlanjut di meja.
"Kipernya pakai sarung biar enggak kebobolan banya," tulisa anak pagi.
"Gue enggak pakai kiper deh. Biar lu bisa golin".
"Yaelah gawangnya gue gedein".
"Pemain gue kurangin dua deh biar lu gampang".
Begitu terus kedua pihak saling melempat perang urat syaraf sampai pertanding berlangsung. Namun, setelah pertandingan berakhir ternyata keduanya biasanya salah satu kubu kalah akan meminta pertandingan lanjutan. Begitu seterusnya.
Meski begitu, di sudut lain meja, ada pula kenangan lain tercoret di luar kontestasi antara anak pagi dan anak siang. "Amel luv Heri forever," tulis siswa anonim menjodohkan anak pagi dan anak siang. (*)
Baca juga:
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Pramono Targetkan 6.654 Ijazah Bakal Diputihkan Tahun ini, Banyak Siswa yang Terjerat Masalah Biaya

Siswa SMAN 15 Jakarta Keracunan usai Santap MBG, 3 Orang Masuk Rumah Sakit

Sekolah Garuda Bisa Diakses Anak Dari Keluarga Miskin, Menengah dan Mampu, Syaratnya Berprestasi

BGN Tanggapi Surat Madrasah Brebes soal Risiko MBG, Sebut Kualitasnya Diawasi Ketat

Sekolah Rakyat Diharap Jadi Solusi Utama Pemerintah untuk Memutus Rantai Kemiskinan dan Mengurangi Angka Putus Sekolah

Atap SMKN 1 Cileungsi Ambruk Timpa 31 Siswa, Dedi Mulyadi: Dipastikan Kualitas Pembangunannya Buruk

Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025

Strategi Disdik DKI Cegah Siswa Ikut Demo, Pemberlakuan Belajar Jarak Jauh hingga Pengawasan Khusus pada Sekolah Rawan

Pemerintah Targetkan 12 Sekolah Garuda Rampung pada 2026, 4 Siap Beroperasi
