MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo membuat keputusan penting di akhir tahun 2022. Ia baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Perppu Cipta Kerja tersebut ditandatangani Jokowi pada hari ini, Jumat (30/12). Penerbitan Perppu Nomor 2 tahun 2022 itu merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 silam.
Baca Juga:
PKS Desak Pemerintah Revisi UU Cipta Kerja yang Dinilai Tak Berpihak pada Buruh
Sekedar informasi, putusan MK Nomor 38/PUU/7/2009 itu menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, penerbitan Perppu tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak.
Pemerintah, ujar Airlangga, perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi maupun geopolitik.
Ini setelah Presiden Jokowi telah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani terkait dengan penerbitan Perppu tersebut.
“Keputusan ini berpedoman pada peraturan perundangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU/7/2009,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12).
Ia mengklaim aturan itu diteken lantaran kebutuhan mendesak. Dia menjelaskan tanah air perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global. Mulai dari menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi.
Tidak hanya itu, dia menjelaskan saat ini negara berkembang menjadi pasien IMF atau dana moneter internasional. Bahkan, sudah 30 negara yang menjadi pasien IMF.
Baca Juga:
Kadin Ingin Kenaikan Upah Minimum 2023 Merujuk UU Cipta Kerja
"Semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," ungkap pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.
Ia menuturkan penerbitan Perppu juga menjawab soal peran Undang-Undang Cipta Kerja saat ini. Dia mengklaim, Undang-Undang Cipta Kerja mempengaruhi perilaku pengusaha baik dalam maupun luar negeri.
Airlangga menjelaskan para pengusaha menunggu kepastian keberlangsungan regulasi yang dibatalkan MK pada 2021 lalu.
"Tentu secara konstitusional Perppu ini adalah mengganti daripada undang-undang Cipta kerja," bebernya.
Kemudian, di tempat yang sama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menuturkan, terdapat tiga alasan Perpu tersebut diluncurkan.
Pertama, mendesak, lalu, ada kekosongan hukum dan, upaya memberikan kepastian hukum. Mahfud tidak memungkiri bahwa alasan potensi ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, masalah suku bunga, kondisi geopolitik serta krisis pangan memicu pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis secepatnya.
Mantan Ketua MK ini juga menilai bahwa pengambilan langkah strategis tidak bisa dilakukan hingga menunggu tenggat putusan MK, sebagaimana putusan Nomor 91 tahun 2021. Yaitu sebagaimana upaya menyelamatkan situasi bangsa. (Knu)
Baca Juga: