PKS Desak Pemerintah Revisi UU Cipta Kerja yang Dinilai Tak Berpihak pada Buruh

Mula AkmalMula Akmal - Selasa, 22 November 2022
PKS Desak Pemerintah Revisi UU Cipta Kerja yang Dinilai Tak Berpihak pada Buruh
Aksi Demo Buruh di Depan Gedung MPR/DPR. (Foto:MP/Joseph Kanugrahan)

MerahPutih.com - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri terus berlanjut. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak menilai, ancaman kehilangan mata pencaharian diperparah karena Undang-Undang Cipta Kerja dinilai tidak memberikan perlindungan yang layak bagi korban PHK.

“Pemerintah perlu melihat bahwa sudah banyak masyarakat yang dikorbankan oleh ketidakberpihakan aturan kepada buruh dalam UU Cipta Kerja . Sudah banyak suara keprihatinan yang menyatakan UU Cipta Kerja tidak menguntungkan bagi pekerja,” kata Amin dalam keterangannya, Selasa (22/11).

Baca Juga:

Kadin Ingin Kenaikan Upah Minimum 2023 Merujuk UU Cipta Kerja

Amin mengatakan, pemerintah perlu mengambil sikap tegas terkait status UU Cipta Kerja saat ini. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat dan wajib memperbaikinya dalam dua tahun, adalah solusi yang semestinya dimanfaatkan dengan baik.

Menurut Amin, sebetulnya MK masih menyelamatkan “muka” pemerintah dengan tidak membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan, tetapi dengan memberikan waktu untuk perbaikan.

“Jangan ditunda lagi. Perbaikan itu harus segera dilakukan,” imbuhnya.

Legislator dari Dapil Jatim IV itu menyoroti pasal 151 ayat 2 dalam UU Ciptaker yang menyebutkan apabila PHK tidak dapat dihindari, alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja.

Ketentuan itu berbeda dengan pasal 151 ayat 2 di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa apabila PHK tidak dapat dihindari, maka pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau pekerja.

Ia pun berharap, perubahan yang dilakukan bukan hanya sekedar mengubah prosedur penyusunannya, supaya metode omnibus dianggap legal. Perubahan itu harus menyentuh substansinya, agar betul-betul adil dan tidak merugikan baik buruh maupun pengusaha.

Baca Juga:

Gelar Aksi di DPR, Buruh Minta UU Cipta Kerja Dicabut

Menurut Amin, pemerintah harus mengamandemen pasal-pasal yang tidak berpihak kepada buruh. Antara lain aturan yang memberi ruang perusahaan bisa melakukan PHK sepihak tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan industrial.

Kemudian soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak tegas batasannya, serta tidak adanya aturan tentang batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing sehingga menjadikan posisi pekerja semakin lemah.

Amin juga menyoroti sulitnya pekerja atau buruh menuntut hak pesangon karena prosedur hukumnya sangat panjang. Pasalnya, sudah banyak kasus, perusahaan yang tidak membayarkan hak pesangon sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

"Pekerja korban PHK dihadapkan pada kondisi sulit karena prosedur menuntut pesangon hingga sampai ke pengadilan bukan perkara gampang," tegasnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, tuntutan pesangon hingga ke meja pengadilan seringkali terpaksa ditempuh pekerja korban PHK karena selama ini Kementerian Ketenagakerjaan maupun Dinas Ketenagakerjaan di daerah umumnya tak banyak membantu menekan perusahaan.

“Pemerintah harus bisa memastikan pekerja atau buruh korban PHK mendapatkan pesangon yang layak. Pemerintah bisa merevisi aturan pesangon dengan aturan yang memudahkan dan mempersingkat pengajuan tuntutan hak pesangon bagi pekerja korban PHK di pengadilan,” pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

Pansus DPD Soroti Progres Perubahan UU Cipta Kerja Pasca-Putusan MK

#UU Cipta Kerja #PKS #DPR RI #Buruh
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan