Jadi Primadona Dunia, Ini Fakta Menarik Tanaman Pala Khas Papua

Iftinavia PradinantiaIftinavia Pradinantia - Rabu, 06 April 2022
Jadi Primadona Dunia, Ini Fakta Menarik Tanaman Pala Khas Papua
Pala sudah jadi komoditas utama sejak dahulu (Foto: INOBU)

REMPAH Nusantara sudah dikenal sebagai primadona dunia sejak zaman dahulu. Sejumlah negara Eropa bahkan mengincar dan rela melakukan perjalanan jauh demi mendapatkan rempah-rempah terbaik di Indonesia.

Negara Eropa yang datang ke Indonesia untuk mendapatkan rempah-rempah antara lain Inggris, Spanyol, Portugis dan Belanda. Salah satu rempah yang tersohor adalah biji pala. Varian pala yang populer berasal dari Pulau Banda, Maluku. Padahal, ada varietas lain yang juga berkualitas tinggi, yaitu pala yang berasal dari Fakfak, Papua.

Secara fisik perbedaan pala Banda dan Papua dapat dilihat dari bentuk dan ukurannya. Pala Banda berbentuk bulat, sedangkan pala Papua berbentuk lonjong dengan ukuran lebih besar.

Ofra Shinta Fitri, Sustainable Sourcing Manager Yayasan Inobu, sebuah lembaga penelitian nirlaba Indonesia menjelaskan rasa daging buah pala Papua lebih manis dan tidak menyisakan rasa getir. Sementara itu, Nanny Uswanas, Co-founder Papua Muda Inspiratif bercerita daging buah pala sering digunakan sebagai bumbu masakan masyarakat Fakfak.

Sekitar 70 persen-80 persen wilayah Kabupaten Fakfak merupakan hutan pala endemik. "Bagi masyarakat Fakfak, pala tidak hanya berperan sebagai bahan makanan, melainkan juga memiliki fungsi ekonomi, sosial dan budaya, serta ekologi," jelas Nanny yang merupakan penduduk asli Fakfak.

Berikut fakta soal pala Papua yang menarik untuk diketahui:

1. Ibu yang memberi kehidupan

tanaman pala
Pala dianggap sebagai ibu. (Foto: INOBU)

Secara budaya, pohon pala di Fakfak dianggap seperti ibu oleh masyarakat setempat. Pohon tersebut dinilai memberi kehidupan. "Mereka percaya, kalau tidak dijaga dengan baik pohon pala tidak akan berbuah. Salah satu cara menjaganya adalah memberlakukan sanksi adat jika ada yang menebang pohon pala," ujar Nanny. Anggapan sebagai ibu itu pulalah yang membuat pala kemudian diadopsi sebagai lambang Kabupaten Fakfak.

Baca Juga:

Wisata Edukasi Tanaman Aromatik Khas Indonesia

2. Alat barter pada zaman dahulu

pala
Alat barter. (Foto: INOBU)

Nanny bercerita ketika bangsa Belanda datang ke Papua untuk melakukan misi penginjilan, mereka memberi tahu masyarakat Fakfak tentang nilai ekonomi biji pala. "Seandainya mereka tidak memberi tahu, pala akan dibiarkan tumbuh begitu saja, tanpa dipetik buahnya. Sejak saat itu dimulailah proses ekspor pertama dalam bentuk barter," kata Nanny.

Belakangan, ketika pemerintah formal mulai terbentuk, barulah masyarakat mengenal pala sebagai komoditas unggulan yang nilainya sangat menjanjikan. Zaman dahulu pala yang dijual bukan perbuah, melainkan perpohon.

"Sebenarnya pemetik akan merugi, kalau buah di satu pohon terbilang banyak. Tapi, dulu secara tradisional transaksinya memang seperti itu," lanjut Nanny yang ingin membuat kajian akademis tentang pala.

3. Penjaga lingkungan dari bencana

POHON PALA
Penjaga lingkungan dari bencana alam (Foto: INOBU)

Pohon pala merupakan tanaman yang tidak menyusahkan. Ia bisa tumbuh subur dan berbuah banyak tanpa perlu pupuk dan perawatan khusus. Jenis pohon, kontur tanah, lingkungan, dan iklim memang saling mendukung dalam pertumbuhan pohon pala.

Selain mudah dalam perawatan, usianya juga bisa mencapai ratusan tahun dan terus berbuah. Pohon yang dipanen oleh kakek dulu pun sekarang masih bisa dipanen sendiri oleh cucunya.

Baca Juga:

Langkah menyiram tanaman hias yang benar

Diameter batang pohon pala Papua tidak besar, tapi punya akar yang sangat kuat. “Akar inilah yang berperan penting dalam mencegah terjadinya banjir dan longsor. Kabupaten Fakfak jarang sekali mengalami banjir. Bukan karena daerahnya berbukit-bukit, melainkan karena akar pohon pala yang mencegah bencana tersebut,” jelas Nanny.

Mengingat pentingnya peran pala bagi kehidupan, maka tabu bagi penduduk Fakfak untuk menebang pohon pala secara sembarangan. Apalagi, untuk kebutuhan yang tidak terlalu penting.

4. Bagian dari budaya

ritual panen pala
Petani lakukan ritual sebelum panen. (Foto: INOBU)

Dipandang sebagai pemberi kehidupan, maka pala dianggap sebagai bagian dari budaya masyarakat Papua, khususnya warga Fakfak. Setiap kali akan memanen pala, mereka mengikat pohon pala dengan kain putih. Yang diikat kain putih hanya satu pohon saja untuk mewakili satu hutan pala.

Ketika bicara soal pala, hutan, dan alam, berarti masyarakat juga bicara tentang kemurahan Tuhan. Karena itu, seorang pemimpin adat yang memimpin upacara mengajak warga memanjatkan doa syukur sesuai agama masing-masing. "Khusus untuk prosesi tersebut, mereka membuat semacam nampan yang terbuat dari anyaman daun pandan. Di dalam nampan itu terdapat empat gelas kopi dan sirih pinang," ucap Ofra.

Ofra juga pernah melihat langsung beberapa ritual yang dilakukan saat akan panen pala. Menjelang panen, warga membersihkan area di sekitar pohon dari gulma, sehingga piringan atau lingkaran di sekitar pohon bersih. "Pisau yang dipakai untuk memanen pala juga diupacarakan. Ada prosesi khusus untuk menancapkan pisau pada galah." (avia)

Baca Juga:

Gampang-Gampang Susah Merawat Tanaman Kantong Semar

#Rempah-Rempah #Pameran Rempah Banda
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan