Hati-hati, Kebiasaan Belanja Kamu Jadi Masalah Bagi sebagian orang, kebiasaan berbelanja bisa menjadi masalah. (freepik/drobotdean)

SEMUA manusia punya kebutuhan, dan untuk mendapatkannya, kita perlu berbelanja. Kita membutuhkan pakaian, makanan, transportasi, interaksi sosial, dan mungkin barang-barang lain seperti komputer, telepon seluler, peralatan, buku, dan keperluan untuk melaksanakan tugas sehari-hari. Kita juga butuh terlibat dalam kegiatan yang mendatangkan kegembiraan. Namun, bagi sebagian orang, kebiasaan berbelanja bisa menjadi masalah.

Ada orang yang beralih ke alkohol, obat-obatan, atau makanan untuk bersantai, menenangkan diri, atau memendam perasaan dan pikiran yang tidak nyaman, seperti kecemasan, stres, dan suasana hati yang buruk.

Ada pula lain mencari kenyamanan dalam perilaku yang menyenangkan, seperti berjudi atau berbelanja. Sama seperti kebiasaan menggunakan zat adiktif, perilaku yang mematikan perasaan tidak menyenangkan atau tidak nyaman juga bisa menjadi masalah dengan dampak yang menghancurkan.

"Seorang individu dengan kecanduan adalah seseorang yang menggunakan suatu zat, atau terlibat dalam suatu perilaku, yang efeknya memberikan insentif yang kuat untuk mengulangi aktivitas tersebut, meskipun ada konsekuensi yang merugikan," ujar psikolog klinis Monica Vermani, C. Psych yang spesialisasinya di bidang terapi trauma, stres, dan gangguan kecemasan.

Baca Juga:

Buat Konsumen Betah dengan Komunikasi yang Baik

konsumen
Orang-orang yang terlibat dalam belanja bermasalah sering menyembunyikan pembelian mereka. (freepik/freepik)

Perilaku kompulsif

Belanja kompulsif yang berulang, keasyikan berlebihan atau kontrol impuls yang buruk dengan belanja, dan konsekuensi yang merugikan. Seperti konflik dalam pernikahan dan masalah keuangan, tidak diakui sebagai kecanduan klinis. Namun, menurut Vermani, bagi sebagian orang, hal itu dapat mendatangkan dampak yang serupa.

"Belanja bermasalah memiliki banyak bentuk, mulai dari belanja berlebihan, pembelian boros berulang kali, atau pembelian daring yang tidak terkendali," tulisnya dalam artikel Psychology Today.

Menurutnya, pembelian impulsif atau kesenangan sesekali tidak belum tentu bermasalah, tapi belanja daring secara impulsif sepanjang waktu, seperti yang makin meningkat selama pandemi, pasti mendatangkan masalah.

"Orang-orang yang terlibat dalam belanja bermasalah sering menyembunyikan pembelian mereka dari orang lain, dan menghabiskan waktu untuk memikirkan atau merencanakan belanja yang harus fokus pada pekerjaan atau tugas kehidupan," dia menjelaskan.

Perilaku belanja bermasalah lainnya, yang dikenal sebagai bulimia belanja, berlangsung seperti siklus: belanja, merasa senang, mengalami penyesalan setelah efek dari pembelian mereda, dan kembali melakukan pembelian, begitu seterusnya.

Baca Juga:

Manjakan Konsumen dengan Cara yang Tepat

konsumen
Belanja daring secara impulsif sepanjang waktu pasti mendatangkan masalah. (freepik/benzoix)

Sadar masalah

Sementara DSM tidak mengenali belanja kompulsif atau bulimia belanja sebagai kecanduan klinis. Perilaku ini dapat membuat kamu bangkrut dan menjauhkan diri dari orang-orang yang peduli. Kemudian menjerumuskan kamu dalam harga diri yang rendah, dan membawamu untuk menerima lebih sedikit potensi pemenuhan dan kebahagiaan dalam hidup.

"Jika kamu mengenali diri sendiri dan beberapa perilaku diri sebagai masalah, selamat! Sebagai psikolog klinis, saya dapat memberi tahu, tanpa kecuali, bahwa kesadaran adalah langkah pertama untuk membebaskan diri dari perilaku berbahaya," kata Vermani.

Menurutnya, untuk melepaskan diri dari belanja bermasalah, kamu harus terlebih dahulu menyadari dan mengakui bahwa ada masalah. Kamu kemudian dapat memilih untuk berubah. Mulailah dengan mengenal pemicu yang menyebabkan masalah belanja.

"Ketika kamu memperhatikan pikiran, suasana hati, dan sensasi yang memicu keinginan untuk berbelanja, kamu mulai membangun kesadaran di sekitar perasaan tidak nyaman, gelisah, atau tertekanmu," dia menyarankan.

Dengan kesadaran, kasih sayang, dan waktu ini, kamu dapat mengganti perilaku belanja negatif dengan aktivitas lain yang memberimu rasa tenang atau bahagia. Jika, belanja kompulsifmu telah menyebabkan masalah keuangan, kamu dapat mulai mengatasi masalah ini secara langsung.

"Dan jika perilaku belanja kamu berasal dari masalah emosional atau kondisi kesehatan mental yang lebih dalam, kamu dapat mencari bantuan profesional kesehatan mental," demikian Vermani. (aru)

Baca Juga:

Perlakukan Konsumen sebagai Individu bukan Mesin Uang

LAINNYA DARI MERAH PUTIH
Jangan Cabut Uban
Fun
Jangan Cabut Uban

Biarkan saja uban.

Hal Gratis Terbaik Wajib Dinikmati saat di Las Vegas
Travel
Hal Gratis Terbaik Wajib Dinikmati saat di Las Vegas

Benar-benar tak perlu merogoh uang dari dompet lo.

Penampilan Teraneh di MTV VMA
ShowBiz
Penampilan Teraneh di MTV VMA

Selalu ada yang menarik perhatian.

Ahmad Dhani Tampil Bareng Personel Toto, Mr. Big, hingga Dream Theater
Fun
Ahmad Dhani Tampil Bareng Personel Toto, Mr. Big, hingga Dream Theater

Ahmad Dhani perlihatkan kedekatan bersama para personel band rock papan atas.

Menilik ID.5 GTX Xcite, Mobil Karya Staf Magang Volkswagen
ShowBiz
Menilik ID.5 GTX Xcite, Mobil Karya Staf Magang Volkswagen

Ditenagai penggerak listrik berdaya 300 dk.

U2 Siap Lepas Album Terbaru 'Songs Of Surrender'
ShowBiz
Kala Casio Luncurkan G-Shock x One Piece
Fun
Kala Casio Luncurkan G-Shock x One Piece

Harganya empat kali lebih mahal dari model dasar, mencapai Rp 4.799.000.

Mengenal Social Loafing, Malas Bekerja dalam Kelompok
Fun
Mengenal Social Loafing, Malas Bekerja dalam Kelompok

Social Loafing cenderung memberikan sedikit kontribusi saat bekerja kelompok.

'Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan', Dokumenter Sinema Indonesia Era Orba
ShowBiz
'Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan', Dokumenter Sinema Indonesia Era Orba

Mengisahkan bagaimana sinema Indonesia masa Orde Baru menggambarkan kehidupan masyarakat di bawah Rezim Orde Baru.

Sofwan Idris Ajak Pendengar Bersyukur dalam 'Terkadang Kita Lupa'
ShowBiz