Presiden Jokowi Ajak Masyarakat 'Eling lan Waspada', Apa Artinya?

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Selasa, 16 Agustus 2022
Presiden Jokowi Ajak Masyarakat 'Eling lan Waspada', Apa Artinya?
Geopolitik dunia mengancam keamanan kawasan. Kita harus selalu 'Eling lan Waspada', harus ingat dan waspada, kata Presiden Jokowi. (Youtube/TV Parlemen)

PRESIDEN Jokowi menyampaikan pidato tahunannya di depan anggota DPR/MPR (16/8/22). Dia mengingatkan berbagai tantangan dan krisis yang masih dihadapi dunia. Menurutnya, bangsa Indonesia harus waspada, hati-hati, dan siaga.

"Krisis demi krisis masih menghantui dunia. Geopolitik dunia mengancam keamanan kawasan. Kita harus selalu 'Eling lan Waspada', harus ingat dan waspada. Kita harus selalu cermat dalam bertindak," kata Presiden Jokowi.

Eling lan Waspada berasal dari bahasa Jawa. Artinya seperti Presiden Jokowi sebut : ingat dan waspada. Ungkapan ini muncul kali pertama dalam Serat Kalatidha yang dianggit (ditulis) oleh pujangga besar Jawa bernama Ranggawarsita pada 1860.

Bunyi lengkapnya, "Amenangi zaman edan, ewuh aya ing pamikir, melu edan ora tahan, yen tan melu anglakoni, boya kaduman melik, kaliren wekasanipun, dilalah karsa Allah, begja-begjane kang lali luwih begja kang eling lan waspada".

Artinya, "Mengalami zaman gila, serba sulit dalam bertindak, ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut gila tidak mendapat bagian, akhirnya kelaparan, tetapi takdir Tuhan, sebahagia-bahagianya orang yang lupa, masih mujur yang tetap ingat dan waspada."

Baca juga:

Makna Baju Adat Paksian Jokowi di Sidang Tahunan

eling lan waspada
Ungkapan ini muncul kali pertama dalam Serat Kalatidha yang dianggit (ditulis) oleh pujangga besar Jawa bernama Ranggawarsita pada 1860. (Unsplash/Towfiqu Barbhuiya)

Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha berdasarkan keadaan masyarakat masa silam, renungannya atas hal tersebut, pengalaman pribadinya, serta prediksinya tentang masa depan. Serat Kalatidha berisi syair-syair yang memuat ajaran luhur sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Tiap zaman memiliki tantangannya masing-masing. Dulu tantangannya adalah penjajahan bangsa asing, perang antar kerajaan, dan sikut-menyikut antar bangsawan. Sekarang menjadi pandemi penyakit, krisis ekonomi, dan peperangan antar negara.

Ranggawarsita menyebut tantangan tersebut akan menyebabkan guncangan pada jiwa manusia. Karena itu dia menyebut zaman yang penuh tantangan sebagai zaman edan atau zaman gila. "Zaman ketika terjadi pelecehan aturan," tulis Supana, kepala Program Studi Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Sebelas Maret, dalam "Jaman Edan".

Tantangan zaman membuat manusia kehilangan arah dan pegangan. Tak tahu mana nilai-nilai yang benar dan yang salah atau yang baik dan yang buruk. Batas antara yang wajar dan yang abnormal menjadi kabur. Halal dan haram bercampur-baur. Tiap omongan dan perbuatan sulit ditakar nalar. Semuanya serba remang-remang, segalanya serba kurang terang.

Orang akhirnya seperti terasing. Tak ikut dengan arus besar dianggap culun atau terbelakang. Padahal nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keluhuran tak bergantung pada kuantitas atau jumlah orang yang melakukannya.

Baca juga:

Pidato Lengkap Jokowi Yang Singgung Krisis Global sampai Polarisasi Pemilu 2024

eling lan waspada
Orang akhirnya seperti terasing. (Unsplash/Natalya Letunova)

Saat bersamaan, pengalaman pahit Ranggawarsita juga menjadi pendorong penulisan serat tersebut. Dia kena fitnah dan harapannya tak terwujud. Dia melihat banyak orang (terutama para pemimpin) tidak mempedulikan tatanan serta etika hidup sehingga tak layak jadi teladan.

Karena itulah Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha. Menurutnya, zaman edan yang penuh ketidakpastian harus dihadapi dengan ingat dan waspada. Ingat di sini mengacu pada darimana manusia berasal, apa tugas mereka di dunia, dan siapa yang menciptakan mereka.

"Ia tidak terobsesi untuk mengejar kebahagiaan semu sehingga terbebas dari sikap menyombongkan diri serta berbuat menyalahi aturan. Ia senantiasa sadar bahwa keberadaannya di dunia adalah untuk meraih kebahagiaan sejati. Dengan demikian, ia selalu bersikap santun, rendah hati, serta memelihara kelestarian alam," tulis Gesta Bayuadhy dalam Eling lan Waspada.

Waspada merujuk kepada kehati-hatian dalam bertindak. Setiap tindakan diupayakan agar tidak menyakiti orang lain atau merebut hak-hak hidup sesama makhluk. Kewaspadaan membuat orang terjaga dari penyimpangan perilaku yang merugikan diri dan lingkungan sekitarnya. Setiap orang yang waspada akan menjamin hak-hak hidup tiap makhluk terpenuhi.

Dalam konteks sekarang, konsep ini ternyata masih relevan. Perang, pandemi, dan krisis ekonomi seringkali terjadi lantaran ketamakan atau keinginan berlebih manusia mengeskplorasi alam, tenaga kerja, dan sesama manusia.

Ketiadaan ingatan akan asal-usul dirinya dan minimnya kewaspadaan bertindak mendorong manusia berbuat seenaknya dan merugikan sekitarnya.

"Konsep eling lan waspada merupakan landasan filosofi untuk hidup sejahtera tanpa berani mengambil hak orang lain dengan jalan batil," tulis Miswanto dalam Kakawin Nitisastra : Teks, Terjemahan dan Komentar.

Meski berasal dari Jawa, ungkapan eling lan waspada telah menjadi kebijaksanaan bersama yang universal bagi tiap orang di berbagai tempat dan pada segala zaman. Tak heran jika Presien Jokowi mengajak kita kembali eling lan waspada. (dru)

Baca juga:

Puan Kenakan Kebaya Kutubaru dan Batik Motif Semen Rama

#Lipsus Agustus Adat Indonesia #Sidang Tahunan MPR #HUT RI
Bagikan
Bagikan