Gelontorkan Banyak Bansos, Target Presiden Jokowi Turunkan Kemiskinan Ekstrem Sulit Tercapai


Permukiman kumuh di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/agr
MerahPutih.com - Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 melansir angka kemiskinan nasional masih mencapai 9,36 persen, sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah sebesar 6,5-7,5 persen. Artinya, masih kurang 2 persen lebih untuk mencapai target yang ditetapkan.
Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan target penurunan kemiskinan ekstrem 0 persen sampai 1 persen pada 2024 yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Instruksi Presiden No.4 Tahun 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, sulit tercapai.
Baca Juga:
Pemprov DKI Anggarkan Rp 7,7 Triliun Tangani Kemiskinan, DPRD Singgung Ketepatan Penyaluran Bansos
Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Yanu Endar Prasetyo, mengungkapkan tingkat kemiskinan ekstrem pada 2023 turun sekitar 0,90 persen dibandingkan tahun 2022. Ini artinya, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia tersisa 1,12 persen.
"Akan tetapi, target yang dicanangkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’aruf Amin akan mengalami tantangan yang cukup berat dengan situasi yang ada sekarang. Kemenko PMK pun memprediksi tingkat kemiskinan ekstrem turun menjadi 0,5% pada tahun 2024," kata Yanu di Depok, Minggu (25/2).
Bank Dunia telah merevisi garis kemiskinan ekstrem dari USD 1,90 menjadi USD 2,15 per kapita per hari. Dengan menggunakan angka USD 2,15 per kapita per hari maka pemerintah kemungkinan hanya dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem di level 2,5 persen. Artinya, semakin jauh dari target nol persen pada 2024.
Yanu mengungkapkan, ketika standar hidup kemudian naik, maka, angka kemiskinan juga kembali naik. Hal ini menjadi tantangan. Ketika Indonesia mengikuti standar baru dari Bank Dunia, dia memperkirakan pemerintah hanya bisa menurunkan angka kemiskinan ekstrem di level 2,5% pada tahun 2024 ini.
"Jadi itu adalah problem pertama, yang kedua, sebenarnya terkait dengan strategi pemerintah. Dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, biasanya kan mereka (pemerintah) mengeluarkan kebijakan terkait pengurangan beban pengeluaran. Ini lewat jamsos, bansos, subsidi. Lalu juga meningkatkan pendapatan dan juga menurunkan jumlah tambah kemiskinan," katanya.
Yanu merefleksikan kondisi saat ini dengan penyaluran bansos. Menurutnya, jika membandingkan dengan periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2014, angka kemiskinan bisa turun sekitar 5,7 persen dengan strategi bantuan sosial (bansos) dan kebijakan lainnya.
"Tapi ketika Pak Jokowi periode 2014 sampai sekarang, angka kemiskinan hanya bisa turun 1,4 persen dengan bantuan sosial yang demikian besar. Artinya ada pertanyaan tentang efektivitas bansos untuk mengatasi kemiskinan ekstrem karena hanya berhasil turun 1,4 persen dari hampir 10 tahun periode Pak Jokowi,” lanjut Yanu.
Dia berpendapat hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah. Tantangan tersebut yakni mencari strategi apakah bansos yang selama ini disalurkan itu sudah efektif atau memerlukan strategi lain yang lebih tepat untuk mengatasi kemiskinan secara umum dan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
"Jadi, seharusnya pemerintah fokus pada perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, lalu bagaimana sektor-sektor padat karya ditingkatkan sehingga ada multiplier effect yang mendorong daya beli masyarakat,” kata Yanu, yang juga salah satu penulis buku ‘Dilema Bansos’.
"Jangan sampai efeknya ada bantuan pangan tapi kemudian ada kelangkaan beras di pasar, atau kenaikan harga beras yang begitu tinggi. Artinya hal-hal seperti ini, memang perlu menjadi perhatian agar angka kemiskinan ekstrem tidak naik dan bisa ditekan dengan bantuan sosial, penciptaan lapangan kerja, serta subsidi tepat sasaran," katanya.
Selain kemiskinan ekstrem, Yanu menilai penanggulangan kemiskinan secara umum juga belum bisa memenuhi target 7,5 persen pada 2024.
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan ekstrem (US$ 1.9 Purchasing Power Parity). (Pon)
Baca Juga:
Pemkot Bandung Minta Bantuan 300 Yayasan Buat Tekan Angka Kemiskinan
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Celios Desak Reset Ekonomi Indonesia, Copot Menkeu Sampai Pemberian Subsidi Tunai ke Rakyat

Digitalisasi Bantuan Sosial Diujicoba di Banyuwangi, Jika Sukses Negara Bakal Hemat Rp 14 Triliun

Digitalisasi Bansos Diklaim Bakal Kurangi 34 juta orang miskin, Data BPS Orang Miskin 23,85 juta Orang

Wakapolri Salurkan 220 Paket Sembako ke Biarawati dan Lansia Panti Wreda Griya Tyas Dalem

Prabowo Sebut Lulusan Sekolah Rakyat Bisa Angkat Keluarga Keluar dari Kemiskinan

Bocah di Sukabumi Meninggal Dengan Kondisi Tubuh Dipenuhi Cacing, Ini Kata Kemensos

Indonesia Lanjutkan Airdrop Bantuan Kemanusian di Jalur Gaza, Tahap 2 Ada 800 Ton Bantuan

Pertumbuhan Ekonomi 2026 Diprediksi Capai 5,4 Persen, Prabowo Pede Angka Pengangguran dan Kemiskinan Turun

Indonesia Salurkan 800 Ton Bantuan ke Palestina, Simbolis Perayaan HUT Ke-80 RI

Pesawat Hercules TNI AU Tembus Langit Gaza! 800 Ton Makanan Hingga Obat-obatan Dikirim dengan Strategi 'Air Drop' ke Titik Teraman
