Gejayan Memanggil Kembali Digelar: Tolak Omnibus Law

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 09 Maret 2020
Gejayan Memanggil Kembali Digelar: Tolak Omnibus Law
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Foto: Istimewa

MerahPutih.com - Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini digelar di Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3).

Aksi #GejayaMemanggil didasari lantaran Omnibus Law merupakan produk hukum yang familiar di negara dengan tata hukum Anglo-Amerika dengan tujuan untuk melakukan “sapu bersih” atas masalah-masalah yang timbul.

Baca Juga

Kritik Omnibus Law, Bima Arya Sebut Pemerintahan Jokowi Otoriter

Dalih yang sama kemudian digunakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini untuk melakukan pintasan atas masalah-masalah yang ada. Seperti rendahnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI), kemudahan administrasi untuk berusaha dan investasi menjadi katalis masalah-masalah yang ada.

"Kontranya ketika alasan-alasan tersebut kemudian justru dibenturkan dengan produk hukum berjenis Omnibus Law ( RUU Cipta Kerja) yang malah merampas hak-hak dasar warga negara dan ruang hidup fisik dan/atau non-fisik yang ada di Indonesia," seperti dinukil dari pernyataan sikap Aksi #GejayanMemanggil yang diterima MerahPutih.com, Senin (9/3).

Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini digelar di Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3).
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini digelar di Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3). Foto: Net

Indikasi masalah kemudian hadir ketika gelombang protes Omnibus Law Cipta Kerja tereskalasi secara masif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tak hanya Omnibus Law untuk Cipta Lapangan Kerja saja, Prolegnas DPR RI 2020-2024 juga memuat norma-norma hukum Omnibus Law yang tidak kalah kontroversial seperti: RUU Perpajakan, RUU Penguatan Sektor Keuangan dan RUU Ketahanan Keluarga, RUU Pertanahan.

"Tentu semua hal yang disebutkan di atas juga harus ditolak dalam satu kesatuan karena sifatnya," kutip pernyataan sikap tersebut.

Baca Juga

Omnibus Law Bakal Diperkarakan Lantaran Tak Miliki Dasar Hukum

Setidaknya ada 6 hal secara garis besar dari sekian banyak implikasi negatif RUU Cipta Kerja yang kemudian harus digaris bawahi lantaran dapat merampas hak-hak dasar warga negara dan ruang hidup fisik dan/atau non-fisik yang ada di Indonesia.

1. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja justru merugikan pekerja karena kemudian memperpanjang jam kerja dan lembur, penetapan upah minimum yang rendah, potensialnya terjadi pelanggaran hak berserikat pekerja, pemangkasan kewenangan serikat pekerja. Bahkan hilang-nya hak-hak pekerja perempuan untuk cuti haid, hamil dan keguguran

2. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja kemudian berpotensi merugikan stakeholder bidang pertanian karena hal-hal yang terjadi jika Omnibus Law/RUU Cipta Kerja disahkan, seperti: hilang-nya pembatasan impor pangan dan monopoli oleh unit usaha terkait ekspor bibit unggul tanaman.

3. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja akan menghadirkan situas monopoli tanah oleh Bank Tanah untuk kepentingan investasi.

4. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja secara jelas akan memangkas dan merubah konsep syarat-syarat administrasi (seperti sentralisasi kebijakan, menghilangkan pelibatan masyarakat, flexibelitas dan penyesuaian tata ruang, penghilangan izin mendirikan bangunan, reduksi atas subtansi AMDAL, penghapusan sanksi pidana lingkungan) atas praktek usaha yang merusak/merubah fungsi ruang atau lingkungan.

5. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja mempunyai implikasi langgeng-nya praktek pendidikan yang berorientasi pada pasar (termasuk di dalam-nya antara lain komersialisasi, link and match dengan industri dan pembentukan kurikulum pendidikan yang fokus ke dalam orientasi kerja).

6. Omnibus Law/RUU Cipta Kerja pada proses secara keseluruhan sangat tidak transparan karena minim-nya partispasi masyarakat dan keterbukaan atas informasi Draft Omnibus Law/RUU Cipta Kerja. Sehingga timbul dugaan kuat akan sarat kepentingan.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini digelar di Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3).
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) bakal menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini digelar di Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3).

Kontradiksi tujuan dan hasil dari Omnibus Law/RUU Cipta Kerja justru menghasilkan sebuah pertanyaan “sejauh apa pemerintah berpihak kepada rakyat untuk mencari solusi atas masalah yang ada.

Baca Juga

Pemerintah Bantah Omnibus Law Menyusahkan Buruh dan Mementingkan TKA

Apakah dalih-dalih pertumbuhan ekonomi harus turut serta mengorbankan hak-hak dasar warga negara, ruang fisik dan ruang non-fisik yang menjadi “tempat” masyarakat itu sendiri hidup.

Atas dasar inilah maka Aliansi Rakyat Bergerak kemudian melaksanakan Mosi Parlemen Jalanan untuk menyerukan poin-poin sebagai berikut:

1. Gagalkan Omnibus Law (RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara dan RUU Kefarmasian).

2. Dukung pengesahan RUU P-KS dan Tolak RUU Ketahanan Keluarga

3. Memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan seluruh lembaga negara yang mendukung pengesahan Omnibus Law.

4. Mendukung penuh mogok nasional dan menyerukan kepada seluruh element rakyat untuk terlibat aktif dalam mogok nasional tersebut.

5. Lawan tindakan represif aparat dan ormas reaksioner

6. Rebut kedaulatan rakyat, bangun demokrasi sejati. (Pon)

#Omnibus Law
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan