BERSANTAI di tengah bangunan peninggalan kolonial sembari menikmati seteguk kopi di senja hari. Ditambah lagi bisa berbelanja murah dan mempelajari sejarah sekitarnya. Ah, rasanya pasti nikmat. Maka siapkan waktu dan sedikit kocekmu.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkolaborasi dengan Bank Indonesia akan menggelar Java Coffee Culture (JCC) 2023 dan Festival Peneleh pada 7-9 Juli 2023 mendatang di kawasan bersejarah Jalan Tunjungan dan Peneleh Surabaya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan, gelaran tersebut akan bernuansa wisata sejarah.
Acara tiga hari ini terdiri dari Educoffe, Showcasing, Business Matching, JCC Competition, Teatrikal Soerabaja Tempoe Doeloe, Pasar Rakjat dan Layar Tantjap, Peneleh Heritage Track, dan lainnya.
"Dalam acara bertajuk 'Diplomasi Kopi Lintas Generasi' ini, ada juga kompetisi foto, parade mural, hingga ada juga latte art competition, tak lupa ada UMKM Kopi se-Indonesia," ujarnya kepada awak media, Kamis (29/06).
Baca juga:
Rumah Lahir Bung Karno Resmi Jadi Destinasi Wisata Heritage Baru di Surabaya

Ia menambahkan, acara ini juga akan dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Gubernur Provinsi Jatim Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta dan Kepala Perwakilan BI Provinsi Jatim Doddy Zulverdi.
Ia memaparkan, dalam acara ini pemkot dan BI turut melibatkan pegiat dan komunitas sejarah Kota Surabaya, Begandring Soerabaia.
Festival Peneleh merupakan bagian dari upaya Pemkot menggali potensi sejarah, budaya, dan ekonomi dalam mengembangkan kawasan wisata. Sebab, kawasan Peneleh salah satu peradaban tua di Surabaya ini.
Festival berskala nasional ini diharapkan menjadi bagian dari pembangunan kota yang berkarakter dan beridentitas.
Menurut Wiwiek, Festival Peneleh juga membawa tradisi lama yang pernah ada sebelumnya, yakni Pasar Rakyat yang digelar secara tradisional saat musim Muludan (Maulid Nabi).
Baca juga:
Orlando Ice Cream, Es Krim Tertua di Surabaya yang Bertahan dengan Gerobak Sepeda

"Pasar Rakyat kala itu digelar mulai era tahun 1960 hingga 1990-an. Pasar Rakyat terkenal tak pernah sepi, orang-orang berdatangan memadati pasar tradisional ini kala itu. Pasar yang digelar di sepanjang Jalan Peneleh itu juga tampak berjajar pedagang kaki lima, mulai dari penjual topeng-topengan, mainan, jajanan, pakaian dan masih banyak lainnya," tutur Wiwiek.
Di kawasan ini pula kontak budaya, sosial, dan ekonomi berjalan kala itu. Namun, sejak 1990-an tradisi Muludan di Peneleh mati. Tidak ada lagi orang berjualan topeng-topengan dan mainan di Jalan Peneleh. Tidak ada lagi tontonan budaya lokal di tepian sungai Kalima.
Kehadiran konsep Pasar Rakyat baru bisa membuka peluang dan merekonstruksi ulang sejarah Peneleh sebagai upaya pengembangan wisata yang berbasis sejarah, budaya, dan ekonomi.
Pemkot Surabaya bersama Bank Indonesia dan Komunitas Begandring Soerabaia bukan hanya ingin menggali potensi wisata sejarah dan budaya, tetapi juga ingin mendongkrak perekonomian serta UMKM Kota Pahlawan, terutama di kawasan Peneleh melalui Festival Peneleh mendatang.
"Dalam festival ini pemkot turut melibatkan 16 RW di kawasan Peneleh. Nanti juga ada sajian kuliner, tampilan seni khas Peneleh dalam festival ini," terang Wiwiek. (Andika Eldon/Surabaya)
Baca juga:
Kampung Pandean Surabaya akan Dijadikan Destinasi Wisata Sejarah