Dilema Radio Jika Harus Bayar Royalti Musik

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Kamis, 08 April 2021
Dilema Radio Jika Harus Bayar Royalti Musik
Ilustrasi musik. (Foto: Osckar Espinosa/ Pixabay)

Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Aturan yang ditunggu sejak 7 tahun lalu ini, mewajibkan pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu dalam bentuk layanan yang bersifat komersial.

Aturan yang merupakan amanat Pasal 35 ayat (3) dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini, tidak hanya mengatur kewajiban royalti dari pertunjukan musik karya orang lain, namun termasuk juga pemutaran rekaman lagu hingga siaran rekaman pertunjukan musik melalui berbagai medium walaupun belum disebutkan di layanan musik digital. Bentuk kegiatan komersial yang diatur seperti konser musik, hotel, restoran, kafe, karaoke, televisi, serta radio.

Baca Juga:

PP Royalti Bikin LMK Punya Kekuatan Tagih dan Salurkan Hak Insan Musik

Pendiri Radio Astina FM bernama Ardi 34 tahun mengaku tidak setuju jika radio harus membayar royalti kepada pencipta lagu jika karyanya diputar.

"Kalau dari pelaku industri radio, pasti berat. Beda sama tempat karaoke," ujar Ardi kepada MerahPutih.com, Rabu (7/4).

Ia memaparkan, radio tidak mendapatkan keuntungan bukan dari pemutaran musik yang dipesan oleh para pendengar tapi radio mendapatkan pundi uang dari iklan atau promosi produk lewat suara penyiar.

Menurut Ardi, sah-sah pencipta lagu mendapatkan uang dari pelaku usaha yang bersifat komersil bila memutarkan lagu miliknya. Tapi hal itu tak akan digubris Astina FM dan jika harus diterapkan. Dirinya lebih memilih meluncurkan program lain tanpa musik.

"Rata-rata radio pendapatan nya dari konten, cuma beberapa aja yang dari lagu tertentu yang dijadiin konten. Kaya radio berita, kan emang jarang pake lagu," ujarnya.

Radio Astina FM, kata ia, merupakan radio komunitas. Sehingga, dengan adany PP ini, bakal membuat program talkshow jika aturan itu dilaksanakan. Sebab kata dia, radio tak serta merta harus indentik dengan lagu/musik bisa cara lain untuk memberikan hiburan para pendengar bisa berupa sandiwara radio atau talkshow.

Koalisi Seni menilai, penerapan PP ini menyaratkan sistem yang dapat mendeteksi dan menghitung penggunaan lagu dan musik secara komersial. Sistem itu mutlak diperlukan guna menjamin pembagian royalti kepada para pencipta lagu berjalan adil. Selama ini penentuan besaran pembagian royalti untuk pencipta lagu tidak pernah jelas karena data jumlah penggunaan lagu dan musik belum transparan.

PP ini mengamanatkan LMKN membangun Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM). SILM ini akan mencatat seluruh penggunaan lagu dan musik secara komersial di Indonesia. Catatan tersebut kemudian menjadi dasar penyaluran royalti kepada pencipta lagu. Harapannya, setelah SILM beroperasi, setiap pencipta lagu akan mendapatkan royalti sesuai dengan jumlah pemakaian lagu dan musik karya mereka, dengan bukti penghitungan yang transparan.

Bagi Koalisi Seni, pengelolaan Royalti Lagu dan Musik ini membawa angin segar bagi para pencipta lagu di Indonesia. Sebab, kini dasar hukum pemungutan dan pembagian royalti jadi lebih kuat.

Sebelumnya, baru ada Peraturan Menteri serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengatur pengangkatan komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), pendirian Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), serta besaran tarif royalti.

llustrasi musik
Ilustrasi musik. (Fixabay)

Namun, seluruh pemangku kepentingan ekosistem musik harus terus menekan Kemenkumham dan LMKN agar segera merampungkan kewajibannya. Sebab, tanpa pusat data dan SILM, transparansi pemungutan dan pendistribusian royalti akan sulit terwujud sesuai Pasal 22 yang memerintahkan Kemenkumham membangun pusat data serta LMKN untuk membangun SILM paling lambat dua tahun sejak PP diundangkan.

Bagi penyanyi dan pencipta lagu legendaris Iwan Fals, mengungkapkan rasa syukur adanya aturan ini. "Ya Alhamdulillah lah, " tulis Iwan dengan emoji tepuk di akun Twitternya, @iwanfals menjawab pertanyaan seorang warganet.

Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Dwiki Dharmawan mengakui, jika di pasal 11 PP No.56 Tahun 2021 disebutkan bila pemakai yang menggunakan lagu atau musik secara komersial adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemakai itu akan diberikan keringanan tarif royalti yang nanti ditetapkan menteri.

"Jangan sampai pelaku usaha di bidang industri pariwisata baru menggeliat merasa tertekan dengan adanya ini, tapi ini adalah masalah hak kekayaan intelektual," ujarnya. (Asp)

Baca Juga:

Ketika Jokowi Teken PP Royalti, Musisi: Ini Seperti Hadiah Hari Musik Nasional

#Royalti Musik #Musik #Hak Kekayaan Intelektual #Hak Cipta #UU Hak Cipta
Bagikan
Ditulis Oleh

Asropih

Bagikan