Sains

BPA Lebih Berbahaya daripada Kandungan Etilena Glikol di Kemasan Air Minum PET

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Selasa, 25 Oktober 2022
BPA Lebih Berbahaya daripada Kandungan Etilena Glikol di Kemasan Air Minum PET

Kandungan EG dalam kemasan PET berbeda dengan penggunaannya dalam sirop obat. (Foto: Pexels/Steve Johnson)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KEKHAWATIRAN masyarakat terhadap kandungan senyawa Etilena Glikol (EG) dalam obat sirop, juga dikaitkan pada produk lain seperti kemasan air mineral berbahan Polietilen Tereftalat (PET). Namun ternyata, kemasan produk air mineral berbahan PC yang dipakai pada galon guna ulang, jauh lebih berbahaya karena mengandung Bisfenol A (BPA).

Etilen Glikol menjadi sorotan publik setelah senyawa ini ditemukan dalam obat sirop yang diduga menjadi penyebab terjadinya gangguan ginjal akut pada anak-anak di Gambia. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal mencapai 206 orang per Selasa (18/10).

Baca juga:

Mengenal Etilena Glikol, si Penyebab Gagal Ginjal

BPA Lebih Berbahaya dari Etilena Glikol di Kemasan Air Minum Berbahan PET
BPA pada kemasan galon guna ulang memiliki potensi paparan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa EG pada kemasan PET. (Foto: freepik/macrovector)

Di tengah kondisi yang mengkhwatirkan ini, ada pihak-pihak yang mencoba mengaitkannya kandungan senyawa EG yang ada pada obat sirop, dengan campuran untuk bahan baku pembuat kemasan air mineral berbahan PET.

Padahal, kandungan EG dalam kemasan PET berbeda dengan penggunaannya dalam sirop obat yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak.

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Mochamad Chalid mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan EG pada kemasan pangan berbahan PET, karena memiliki kadar rendah dan proses yang aman.

Di sisi lain, sejumlah fakta menunjukkan bahwa kandungan BPA pada kemasan galon guna ulang, memiliki potensi paparan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa EG pada kemasan PET.

Pertama, mekanisme penggunaan ulang kemasan Polikarbonat pada galon guna ulang akan membuat kandungan BPA lebih mudah luruh dan bermigrasi dari kemasan ke makanan dan minuman.

Galon guna ulang yang terkena panas dalam pengiriman dan dicuci, dibersihkan untuk dipakai lagi akan mempercepat peluruhan BPA. Sedangkan kemasan PET karena sekali pakai dan selalu baru, tidak melalui mekanisme seperti galon guna ulang.

Baca juga:

Reaksi Berbahaya Dietilen Glikol dan Etilen Glikol Pemicu Gagal Ginjal Akut

BPA Lebih Berbahaya dari Etilena Glikol di Kemasan Air Minum Berbahan PET
Kandungan EG pada kemasan botol air minum PET masih dalam tahap aman. (Foto: freepik/pch.vector)

Kedua, terkait dengan batas bahaya BPA yakni 0,6 ppm (bagian persejuta), sedangkan EG yakni 30 ppm. Sehingga BPA 50 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan EG. Atau, sedikit saja kandungan BPA sudah berbahaya bagi tubuh, sedangkan untuk EG butuh 50 kali lebih banyak baru dikategorikan bahaya.

Apalagi yang banyak dilarang di sejumlah negera maju yakni kemasan air minum yang mengandung BPA. Belum ada pelarangan terhadap kemasan PET terkait dengan isu kesehatan.

Termasuk di Indonesia, kandungan EG pada kemasan botol air minum PET masih dalam tahap aman, di bawah ambang batas yang ditentukan. Meskipun berasal dari senyawa yang sama, namun proses dan kadarnya berbeda dengan yang dinyatakan berbahaya sebagai campuran obat sirop.

Jika dalam obat sirop Etilen Glikol dicampurkan dalam bentuk cari dan ikut diminum, berbeda dengan penggunaan EG sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.

Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum. Sedangkan untuk PET senyawa ini sekedar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer, dan hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat celsius. (*)

Baca juga:

Sebabkan Gagal Ginjal, ini Bahaya Obat Batuk Berkandungan Dietilen Glikol dan Etilen Glikol

#Sains #Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ananda Dimas Prasetya

nowhereman.. cause every second is a lesson for you to learn to be free.

Berita Terkait

Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Indonesia
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Presiden Prabowo juga menargetkan membangun total 500 rumah sakit berkualitas tinggi sehingga nantinya ada satu RS di tiap kabupaten dalam periode 4 tahun ini.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Indonesia
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Presiden Prabowo yakin RS PON Mahar Mardjono dapat menjadi Center of Excellence bagi RS-RS yang juga menjadi pusat pendidikan dan riset, terutama yang khusus berkaitan dengan otak dan saraf.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Indonesia
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Riza Chalid, selaku pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak, merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah
Angga Yudha Pratama - Jumat, 22 Agustus 2025
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Bagikan