BAGI pelajar Indonesia yang mengejar pendidikan hingga ke Turki, momen buka puasa pertama kali di negeri orang memberikan kesan yang berbeda. Jika biasanya setiap berbuka puasa bisa menikmati berbagai hidangan bersama keluarga atau terkadang ikut bukber bersama teman, kini para pelajar Indonesia harus bisa serbamandiri. Salat tarawih yang biasa dilakukan bersama keluarga juga pastinya berbeda ketika harus beribadah dengan orang-orang asing yang baru dikenal.
Dalam acara Sharing Session Turknesia: Serunya Puasa di Negeri 2 Benua beberapa waktu lalu, para pelajar Indonesia di Turki mengatakan momen berbuka puasa di sana sama hangatnya seperti bersama keluarga di kampung halaman. Para ibu di Turki sangat perhatian dan peduli terutama terhadap para perantau yang sedang menimba ilmu di sana. Mereka bahkan selalu menyiapkan takjil dan terkadang makanan berat untuk para pelajar berbuka puasa.
BACA JUGA:
Pengalaman Pelajar Indonesia di Turki Berpuasa di Saat Pandemi
Tak beda jauh dengan kebiasaan ngabuburit di Indonesia, orang Turki juga mengisi waktu jelang azan magrib dengan berburu takjil. Perbedaannya terletak pada menu makanan yang dijual. Jika di Tanah Air menu seperti kolak, gorengan, dan kue-kue manis jadi incaran, warga Turki memfavoritkan kunefe dan baklava sebagai takjil saat berbuka. “Kalau di Turki puasa lebih lama ya. Jadi ini menjadi tantangan baru bagi semua (pelajar Indonesia). Di Indonesia puasa selama 12 jam, kalau di Turki bisa hampir 15 jam,” ujar Muhammad Banna Dzulqarnain, mahasiswa Sakarya University.
Di negara dua benua itu, divisi keagamaannya kerap membagikan makanan buka puasa secara gratis kepada masyarakat sekitar tak terkecuali untuk pelajar Indonesia yang merantau. Karena harga makanan di restoran cukup mahal, pelajar Indonesia lebih memilih masak sendiri atau membeli makanan di kampus. Selain itu, mereka juga tidak melewatkan kesempatan untuk berbuka puasa dengan para warga lokal demi bisa berinteraksi, berbagi ilmu, belajar bahasa, atau saling memperkenalkan budaya.
Salah satu hal yang berbeda ketika menjalankan ibadah puasa di Turki ialah hampir semua restoran tetap buka seperti biasa. Berbeda dengan di Indonesia yang kebanyakan menutup restoran di siang hari dan baru buka menjelang waktu berbuka puasa. Hal itu disebabkan tidak semua warga Turki menjalankan ibadah puasa sehingga restoran pun tetap buka seperti biasa.
Selain merindukan suasana Ramadan di Tanah Air, para pelajar Indonesia di sana mengaku amat menginginkan makanan Indonesia. Untungnya, kerinduan itu bisa sedikit terobati oleh komunitas Gelin. Perkumpulan para perempuan Indonesia yang menikah dengan orang Turki tersebut biasa mengundang pelajar Indonesia untuk menyantap masakan khas Indonesia di rumah mereka. Tentu saja momen itu menjadi penghangat hati pelajar Indonesia yang sangat rindu Tanah Air.
Bukan hanya perempuan Indonesia yang menikah dan menetap di Turki saja yang peduli terhadap para pelajar dari Indonesia, para ibu Turki juga terkenal sangat perhatian terhadap pelajar asing . Mereka selalu membagikan takjil, bahan pokok seperti beras, dan makanan khas Turki kepada pelajar dari mancanegara. Tak jarang ibu-ibu Turki mengundang para pelajar untuk makan di rumah mereka. Di Kota Isparta, pemerintah bahkan mengadakan program pemberian makanan gratis untuk berbuka puasa bagi para pelajar mancanegara selama satu bulan penuh.

Dalam hal beribadah, para pelajar Indonesia mengaku tidak kesulitan mengikuti ibadah salat wajib maupun tarawih karena jumlah rakaatnya sama seperti di Indonesia. Di beberapa lokasi, warga lokal kerap bekerja sama membangunkan penduduk atau pelajar muslim untuk sahur. Meski kebiasaan, kehangatan, dan aturan beribadah selama Ramadan di Turki tak jauh berbeda, kerinduan untuk dekat dengan keluarga tetap ada. Beruntung, rasa kekeluargaan warga Turki sangat erat dapat jadi pengobat kangen rumah yang dialami para pelajar Indonesia di sana.(Mar)