SAAT mendengar kata denim, yang muncul di benakmu ialah celana panjang berwarna biru dengan fading-nya, dan menjadi salah satu outfit yang bisa dipadukan dengan apa saja. Lantas, bagaimana sih sejarah denim dari tahun ke tahun?Pameran denim terbesar di Indonesia, Wall of Fades (WOF), kembali digelar secara offline di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, 18-20 November. Kamu bisa membeli berbagai jenis denim yang kece dari 50 tenant jenama lokal di sana.Selain memamerkan denim dengan fading nan apik, WOF 2022 juga menjadi tempat belajar sejarah denim hingga akhirnya menjadi salah satu item fesyen stylish saat ini. Semua itu tertuang dalam tulisan dan gambar yang ada pada dinding dekat pintu masuk.
BACA JUGA:
Pada akhir abad ke-17, penenun di Nimes, Prancis, secara tidak sengaja membuat denim modern pertama. Mereka menyebut materi baru itu 'serge de Nimes' yang secara harfiah berarti twill from Nimes. Sementara itu, pekerja tekstil di Genoa, Italia, telah memproduksi kain dari wol dan kapas yang diwarnai nila. Istilah 'Jean' adalah istilah singkat untuk Genoa. Jadi, secara teknis, jeans dan denim adalah dua kain yang berbeda.

Di sisi lain, denim selalu dipintal dari benang putih dan nila. Bahan ini digunakan secara eksklusif untuk pakaian kerja bagi para penambang, mekanik, koboi, dan petani. Sebab, para pekerja tersebut membutuhkan material pakaian yang tahan banting.
Pada 1848, di California mengalami fenomena 'Demam Emas'. Fenomena in muncul setelah James W Marshall menemukan emas di daerah Sutter Hill. Berita tentang Demam Emas pun menyebar dan mendorong 300 ribu penduduk bereksodus ke California untuk bersama mencari emas.Pada 1853, seorang imigran Bavaria, Levi Strauss, memprediksi bahwa fenomena Demam Emas akan melahirkan kebutuhan terhadap pakaian penambang yang tangguh. Saat itu, ia memiliki stok kanvas tenda katun cokelatnya sebagai celana panjang polos, tanpa ikat pinggang, dan tapa saku belakang. Pakaian tersebut dinamakan 'Strauss Overall'.
BACA JUGA:
Hingga akhirnya di 1862, Strauss pun beralih ke denim dan mewarnainya dengan warna indigo. Pada 1860-an, celana biru Levi Strauss meniadi pakaian sehari-hari bagi para penambang, petani, sertapeternak di Dunia Barat.Banyak kelompok pemuda mengadopsi denim sebagai seragam agar tampil menonjol dari masyarakat. Hal inimemicu banyak kelompok anak muda untuk menjadikan denim sebagai bagian dari identitas dan simbol gerakan mereka.Gerakan-gerakan itu pun menciptakan banyak subkultur dan gerakan, seperti Hippies, Americana, Runtuhnya Tembok Berlin, dan masih banyak lagi.

Seiring zaman berlalu dan berkembang, begitu juga bagaimana manusia membuat denim dengan cara yang terbaru melalui teknik-teknik modern. Bahan tersebut tidak hanya digunakan menadi jeans saja, bentuk busana lain telah tereksplorasi pada masa modern.Saat ini, denim kembali pada bentuk aslinya, yakni raw denim. Sejak awal 2000-an, sejumlah merek global jeans, seperti Nudie Jeans, berhasil kembali memopulerkan raw denim ke khalayak luas.Seperti layakya roda, tren denim berputar kembali ke masa awal, yaitu adalah memakai raw denim kembali. Banyak beberapa pemakai masa kini menganut kembali pemakaian jeans seperti pada zaman dahulu, namun diekspresikan dengan gaya yang beraneka ragam.

Saat ini, industri fesyen secara menyeluruh mengarah kepada industri yang lebih sustainable. Hal ini terjadi karena kepedulian konsumen terhadap keberlanjutan lingkungan semakin meningkat.Selain Levi's, beberapa brand lainnya mengikuti arah fesyen yang lebih berkelanjutan, seperti halnya Wrangler juga mulai Levi's juga berinovasi dalam menghadirkan koleksiikonik pemilihan bahan dasar seperti yang 20 persen materialnya terbuat Organic Cotton clan Performance caridenim daur ulang. Jack &Eco Cool dengan Polyester yang Jones pun meluncurkan kembali jajaran denim low-impact pada memperpanjang pemakalan dari proses manufaktur denim tahun lalu.(and)
BACA JUGA: