VARIAN Delta COVID-19 dapat menghindari antibodi yang menargetkan bagian-bagian tertentu dari virus. Demikian menurut sebuah studi baru yang diterbitkan pada Kamis (8/7) di Nature. Temuan ini memberikan penjelasan tentang berkurangnya efektivitas vaksin terhadap Delta, dibandingkan dengan varian lain.
Varian tersebut pertama kali diidentifikasi di India, diyakini sekitar 60 persen lebih menular daripada Alpha, versi virus yang melanda Inggris dan sebagian besar Eropa awal tahun ini. Dan, diperkirakan dua kali lebih menular dari virus Corona asli. Varian Delta sekarang memperparah kondisi pandemi di antara populasi yang tidak divaksinasi di negara-negara seperti Malaysia, Portugal, Indonesia dan Australia.
Baca juga:
Delta juga kini menjadi varian dominan di Amerika Serikat. Infeksi di negara itu telah mencapai level terendah sejak awal pandemi, meskipun jumlahnya mungkin meningkat. Namun, rawat inap dan kematian terkait virus terus menurun tajam. Itu sebagian karena tingkat vaksinasi yang relatif tinggi, 48 persen orang Amerika telah divaksinasi penuh, dan 55 persen telah menerima setidaknya satu dosis.
Namun, studi baru menemukan bahwa varian Delta hampir tidak sensitif terhadap satu dosis vaksin. Temuan ini mengonfirmasi penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa varian tersebut sebagian dapat menghindari sistem kekebalan, meskipun pada tingkat yang lebih rendah daripada Beta, varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan.

Peneliti Prancis menguji seberapa baik antibodi yang dihasilkan oleh infeksi alami dan oleh vaksin virus Corona menetralkan varian Alpha, Beta dan Delta, serta varian referensi yang mirip dengan versi asli virus.
Para peneliti melihat sampel darah dari 103 orang yang telah terinfeksi virus Corona. Delta jauh lebih sensitif daripada Alpha terhadap sampel dari orang yang tidak divaksinasi dalam kelompok ini.
Baca juga:
Satu dosis vaksin secara signifikan meningkatkan sensitivitas, menunjukkan bahwa orang yang telah pulih dari COVID-19 masih perlu divaksinasi untuk menangkis beberapa varian.
Tim juga menganalisis sampel dari 59 orang setelah mereka menerima dosis pertama dan kedua vaksin AstraZenec atau Pfizer-BioNTech.

Sampel darah dari hanya 10 persen orang yang diimunisasi dengan satu dosis vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech mampu menetralkan varian Delta dan Beta dalam percobaan laboratorium. Namun, dosis kedua meningkatkan jumlah itu menjadi 95 persen. Tidak ada perbedaan besar dalam tingkat antibodi yang ditimbulkan oleh kedua vaksin.
“Dosis tunggal Pfizer atau AstraZeneca kurang efisien atau tidak efisien sama sekali terhadap varian Beta dan Delta,” para peneliti menyimpulkan seperti diberitakan nytimes.com (8/7). Data dari Israel dan Inggris secara luas mendukung temuan ini, meskipun studi tersebut menunjukkan bahwa satu dosis vaksin masih cukup untuk mencegah rawat inap atau kematian akibat virus. (aru)
Baca juga: