J-Pop, Musik Pop Jepang yang Tak Pernah Usang
Kamis, 07 Desember 2023 -
LAGU itu mengalun pelan. Liriknya bercerita tentang sungai yang mengalir tenang. Airnya bening, membelah bukit hijau di dua sisinya. Begitu indah nan asri.
Semua terangkum dalam lagu berjudul “Bengawan Solo” ciptaan mendiang Gesang. Lagu yang dibawakan dengan musik keroncong ini dimulai alunan kocokan gitar kecil ukulele dan gesekan biola.
“Bengawan solo/Riwayatmu ini/Sedari dulu jadi/Perhatian insani”. Demikian sepenggal liriknya berpadu dengan irama instrumen petik yang lembut.
Lagu ini begitu terkenal. Tak hanya di Indonesia, tapi juga hingga ke Jepang. Irama keroncong sebermula dipengaruhi oleh kebudayaan Portugis. Alat musiknya pun berasal dari sana.
Lambat-laun, keroncong dapat sentuhan akulturasi. Keroncong jadi bagian dari kebudayaan 'Anak Negeri', suatu istilah untuk menyebut orang-orang pribumi pada 1900-an.
Konkurs atau kontes keroncong digelar di banyak kota, dari Batavia, nama lama Jakarta, hingga Semarang. "Di park-park seperti Deca Park, Lunapark, dan sebagainya senantiasa ada pertandingan keroncong," ungkap W. Lumban Tobing, penulis musik produktif pada 1950-an, dalam "Musik Krontjong" seperti termuat di Aneka, 20 Oktober 1954.
Meski keroncong sudah jadi bagian dari kehidupan 'Anak Negeri', banyak orang masih mengggap keroncong sebagai kebudayaan Barat. Ini karena lagu keroncong bercerita tentang hubungan asmara yang mengadopsi kisah dari negeri Barat.
Baca juga:
Pada masa pendudukan Jepang, pengaruh Barat dalam keroncong berangsur menghilang. Jepang berupaya menekan pengaruh Barat di segala bidang. Dalam lapangan musik, keroncong ikut terkena kebijakan ini.
"Pada tahun 1943, Jepang melalui Keimin Bunka Shidosho melarang keroncong yang bersifat 'sayang-sayangan' berkembang di Indonesia," ungkap Ahmad Munjid dalam Perkembangan Musik Keroncong 1920-1944.
Tidak ada lagi syair-syair asmara dengan kata-kata merayu yang dianggap melemahkan bangsa Indonesia. Tema asmara berubah jadi tema cinta Tanah Air dan rasa kebangsaan.
Meski Jepang menyerah dan hengkang dari Indonesia, karakter keroncong yang diarahkan Jepang tetap bertahan. Pengaruh Jepang pada musik Indonesia berlanjut pada era 1980-an.
Ingat film Pintar-Pintar Bodoh besutan Warkop DKI pada 1980-an? Dalam film itu, ada adegan Kasino bernyanyi dengan gitar. Irama lagunya “Sukiyaki”, tapi liriknya diganti bahasa Indonesia. Pun begitu dengan judulnya, berubah jadi “Nyanyian Kode”.
Memasuki 1990-an, dunia musik Jepang diwarnai oleh aliran baru, Japanese Pop Music atau musik populer Jepang. Biasa disingkat J-pop, aliran ini untuk menyebut musik modern di Jepang.
“Istilah umum yang mengandung banyak jenis (genre) musik Jepang seperti pop, rock, dance, rap, soul dan lain-lain. Sering juga kita mendengar istilah seperti J-Rock, Visual Kei dan J-Rap, namun semua istilah tersebut berada di dalam naungan J-pop,” ungkap Bagus Belyanto dalam J-Pop Sebagai Budaya Populer Jepang dan Dampaknya di Indonesia.
Wujud dari J-Pop ini tampak pada band asal Osaka bernama L’Arc en Ciel. Band ini berkembang melampaui batas negaranya dan mendorong perkembangan J-Pop ke seluruh dunia.
Baca juga:
Masa 2000-an menandai gelombang besar musik pop Jepang (J-Pop) ke Indonesia. Gelombang ini menerjang bersamaan dengan derasnya arus anime. Sebut saja Doraemon, Crayon Shinchan, Nube, Ghost At School, Ninja Boy, Captain Tsubasa, dan Dragon Ball.
Tiap anime punya lagu pembuka dan penutup. Lagu-lagu itu mengendap kuat di telinga para pendengarnya. Musik yang catchy berpadu dengan irama instrumen yang kaya. Lagu tema Dragon Ball misalnya jadi salah satu yang paling diingat karena liriknya diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Saat bersamaan, pengaruh L’Arc en Ciel juga mulai terasa di Indonesia. Kehadiran band ini menginspirasi sejumlah musisi muda Indonesia. Salah satunya adalah Sony Ismail Robayani
“Dulu itu era 2000-an awal, masih sangat sedikit orang yang mendengarkan L’Arc en Ciel. Terus ingat banget, dulu waktu gue latihan di studio daerah Cipete, gue mainin riff gitarnya L’Arc en Ciel tiba-tiba Iman (salah satu teman Sony-Red.) datangi gue (dan berkata-Red.) ‘Lo tahu L’Arc en Ciel juga?’ dan dari situ akhirnya kita coba bikin band bareng,” ungkap Sony dalam wawancaranya di kanal YouTube SoundCorners.
Berawal dari keisengan membawakan lagu-lagu L’Arc en Ciel, mereka berdua mendirikan band J-Rocks. Mereka mengikuti salah satu kompetisi band dan berhasil keluar sebagai pemenang.
Kegemarannya terhadap L’Arc en Ciel bahkan membawa J-Rocks menjadi band pertama yang melakukan rekaman di studio legendaris Abbey Road Inggris.
Seiring perkembangan teknologi, pengaruh musik J-Pop kian kuat. Platform media sosial dipenuhi video cover lagu-lagu pembuka dan penutup anime. Beberapa band bahkan membawakan secara khusus lagu-lagu tersebut ke dalam festival atau konser musik. (far)
Baca juga: