Berkunjung ke Kampung Adat Ciptagelar Sukabumi

Kamis, 03 Maret 2022 - Muchammad Yani

SEBAGAI negeri yang bhineka, Indonesia memiliki banyak kampung adat. Salah satunya Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kampung adat ini merupakan sebuah desa yang masyarakatnya masih memegang erat tradisi leluhur sebagai orang Sunda.

Berbagai kegiatan dilakukan sesuai kebiasaan nenek moyang seperti cara bertani hingga gaya berpakaian. Keunikan tersebut menjadi daya tarik bagi para wisatawan, walaupun Kampung Adat Ciptagelar bukan tempat wisata.

Baca juga:

Kawasan Malioboro akan Dibuat ala Tempo Dulu

Meski demikian, Gede Kasepuhan Ciptagelar terbuka bagi tamunya atau wisatawan yang berkunjung biasanya untuk mengenali dan mempelajari cara hidup budaya lokal. Wisatawan juga bisa merasakan suasana asri dan sejuk yang jauh dari kehidupan kota yang ingar bingar.

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan.

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah. (Foto: Instagram/ nila_ahp)
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah. (Foto: Instagram/ nila_ahp)



Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti ‘kolot’ atau ‘tua’ dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh.

Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model ‘sistem kepemimpinan’ dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti ‘adat kebiasaan tua’ atau ‘adat kebiasaan nenek moyang’.

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar sendiri merupakan nama baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya sejak tahun 2001, sekitar bulan Juli, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakukan “hijrah wangsit” ke Desa Sirnaresmi yang berjarak belasan kilometer.

Baca juga:

Ada Destinasi Wisata Baru di Jabar, Jembatan Merah dan Situwangi

Di desa inilah, tepatnya di Kampung Sukamulya, Abah Anom atau Bapa Encup Sucipta sebagai puncak pimpinan kampung adat memberi nama Ciptagelar sebagai tempat pindahnya yang baru. Ciptagelar artinya terbuka atau pasrah.

Kepindahan Kampung Ciptarasa ke kampung Ciptagelar lebih disebabkan karena “perintah leluhur” yang disebut wangsit. Wangsit ini diperoleh atau diterima oleh Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yang hasilnya tidak boleh tidak, mesti dilakukan.

Masyarakat atau warga Kampung Ciptagelar sebenarnya tidak terbatas di kampung tesebut saja tetapi bermukim secara tersebar di sekitar daerah Banten, Bogor, dan Sukabumi Selatan. Namun demikian sebagai tempat rujukannya, “pusat pemerintahannya” adalah Kampung Gede, yang dihuni oleh Sesepuh Girang (pemimpin adat), Baris Kolot (para pembantu Sesepuh Girang).

Kampung adat Ciptagelar. (Foto: Instagram/adifest_organizer1)
Kampung adat Ciptagelar. (Foto: Instagram/adifest_organizer1)



Masyarakat Kampung Adat Ciptagelar juga tidak menolak modernisasi. Buktinya di sana terdapat aliran listrik yang bersumber dari PLTA yang dibangun secara swadaya. Selain itu juga didirikan stasiun televisi dan radio yang dikelola oleh masyarakat sekitar.

Untuk mencapai lokasi, Kampung Ciptagelar, pertama-tama perlu diketahui bahwa kampung ini berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok. Jarak Kampung Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 kilometer, dari kota kecamatan 27 kilometer, dari pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi 103 kilometer dan dari Bandung 203 kilometer ke arah Barat.

Kampung Ciptagelar dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan roda dua (motor). Jenis kendaraan roda empat harus mempunyai persyaratan khusus, yakni mempunyai ketinggian badan cukup tinggi di atas tanah serta dalam kondisi prima.

Apabila tidak mempunyai persyaratan yang dimaksud kecil kemungkinan kendaraan tersebut sampai ke lokasi. Dan umumnya mobil-mobil demikian hanya sampai di kantor Desa Sirnaresmi yang sekaligus merupakan tempat parkirnya. Selebihnya menggunakan kendaraan ojeg atau mobil umum (jenis jeep) yang hanya ada sewaktu-waktu atau jalan kaki. (Imanha/Jawa Barat)

Baca juga:

Kawasan Malioboro akan Dibuat ala Tempo Dulu

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan