Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, Film Propaganda Soeharto?


Poster Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (jejakandromeda.com)
MerahPutih Film - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau dikenal G30S/PKI menjadi awal kemunculan Soeharto sebagai sosok 'superhero Indonesia' melalui Surat Perintah 11 Maret alias Supersemar.
Menurut riwayat sejarah, Presiden Sukarno memerintahkan langsung Pangkostrad Jenderal Soeharto untuk menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga ke akar-akarnya melalui surat yang hingga kini tidak diketahui kebenarannya itu. Gerakan 30 September 1965 yang dilaporkan didalangi elite Comite Central Partai Komunis Indonesia (CC PKI) serta sebagian pasukan elite ABRI membuat tewas 7 jenderal di Jakarta dan 2 perwira menengah di Yogyakarta. Para perwira militer yang wafat ini ditahbiskan sebagai Pahlawan Revolusi dan setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Setelah itu, Jenderal Soeharto bersama ABRI serta para kaki tangannya memimpin operasi "pembersihan" yang menelan korban ratusan ribu orang tewas dari mulai ujung Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi hingga Nusa Tenggara (bahkan dilaporkan sendiri oleh Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo hingga 3 juta orang).
Otoritas militer khususnya Angkatan Darat mengganggap kader PKI dan simpatisannya sebagai pengkhianat bangsa sehingga pantas dieksekusi di tempat kemudian menahan sebagian dari mereka tanpa mengadilinya.
Pada 1968 sang jendral diangkat sebagai Presiden menggantikan Sukarno yang kala itu dijadikan tahanan politik, padahal Sukarno telah diangkat sebagai presiden seumur hidup melalui Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963. Itu awal dari kekuasaan Orde Baru di tangan Soeharto yang bertumpukan pada militer, birokrasi dan golongan karya.
Selama 35 tahun, sang jendral yang 'lolos' dari pembunuhan para Jenderal pada G30S/PKI itu pun memimpin bangsa ini sebagai seorang Presiden terlama. Yang paling identik dari kepemimpinan Soeharto adalah film yang selalu diputar setiap 30 September di TVRI dan stasiun TV swasta, film itu berjudul 'Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI' karya sutradara Arifin C Noer.
Seperti yang himpun dari berbagai sumber, film itu dimulai pada tahun 1984 pemerintah Orde Baru menggunakan Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI sebagai kendaraan propaganda, menayangkan film ini setiap malam 30 September.
Film ini juga ditayangkan di sekolah-sekolah dan lembaga pemerintah, para siswa akan dibawa ke lapangan terbuka untuk melihat film ini dalam kelompok-kelompok. Wajib nonton untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Lewat mobilisasi massal Orde Baru setiap tahun inilah, Sen dan Hill berpendapat bahwa Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI adalah film Indonesia yang paling sering disiarkan dan paling banyak ditonton sepanjang masa.
Mulai Dipertanyakan
Sebuah survei tahun 2000 yang dilakukan oleh majalah TEMPO menemukan bahwa sebanyak 97 persen dari 1.101 siswa yang disurvei telah menyaksikan film ini; bahkan 87 persen dari mereka telah menyaksikan lebih dari sekali
Selama sisa era 1980-an dan awal 1990-an, akurasi sejarah Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI hanya sedikit diperdebatkan, dan film ini menjadi wakil kanun sejarah, versi kejadian tahun 1965 dalam film ini adalah satu-satunya yang diperbolehkan dalam wacana terbuka kala itu.
Namun pada pertengahan 1990-an, komunitas internet anonim dan publikasi-publikasi kecil mulai mempertanyakan isi film tersebut, satu pesan yang dikirim melalui milis bertanya "Jika hanya sebagian kecil dari kepemimpinan PKI dan agen militer mengetahui kudeta, seperti di film ini, bagaimana bisa lebih dari satu juta orang tewas dan ribuan orang yang tidak tahu harus dipenjarakan, diasingkan, dan kehilangan hak-hak sipil mereka?"
Pakar politik Ariel Heryanto berpendapat bahwa hal ini dihasilkan dari polifoni yang tidak disengaja dalam film ini, sementara Sen dan Hill berpendapat bahwa Arifin C Noer mungkin telah menyadari maksud pemerintah untuk berpropaganda dan dengan demikian membuat pesan politik dalam film ini "jelas-jelas bertentangan".
Pada September 1998, empat bulan setelah jatuhnya Soeharto, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah menyatakan bahwa film ini tidak akan lagi menjadi bahan tontonan wajib di Hari Kesaktian Pancasila, dengan alasan bahwa film ini adalah usaha untuk memanipulasi sejarah dan menciptakan kultus dengan Soeharto di tengahnya.
TEMPO melaporkan pada 2012 bahwa Marsekal (purn) Saleh Basarah dari Angkatan Udara telah mempengaruhi dikeluarkannya keputusan ini. Majalah ini menyatakan bahwa Basarah telah menghubungi Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono dan memintanya untuk tidak menayangkan Pengkhianatan G 30 S PKI, karena film ini telah merusak citra Angkatan Udara Republik Indonesia.
Dua film lainnya, 'Janur Kuning' (1979) dan 'Serangan Fajar', kemudian juga dipengaruhi oleh keputusan tersebut. 'Janur Kuning' menggambarkan Soeharto sebagai pahlawan di balik Serangan Umum 1 Maret 1949, sementara 'Serangan Fajar' menunjukkan dia sebagai pahlawan utama Revolusi Indonesia.
Pada saat itu TVRI tampaknya berusaha untuk menjauhkan diri dari mantan presiden Soeharto. Hal ini terjadi semasa periode penurunan status simbol-simbol yang berkaitan dengan peristiwa G30/SPKI, dan pada dekade 2000-an awal, versi non-pemerintah dari peristiwa kudeta G30S/PKI mudah didapatkan di Indonesia. Di Hari Kesaktian Pancasila mereka dan sekolah/kampus tidak lagi wajib memutarkan film karya dedengkot teater Indonesia, Arifin C Noer.
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
24 Agustus Memperingati Hari Apa? Dari Hari TV Nasional hingga Deklarasi Ukraina

Langkah Prabowo Beri Abolisi dan Amnesti Ternyata 'Bangun Jembatan Retak' Order Baru, Lama dan Reformasi

Jelaskan Izin PT GAG Tidak Dicabut, Menteri Bahlil Singgung-Singgung Orba

Perbedaan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila: Makna, Sejarah, dan Tujuan Peringatannya

Peringati 27 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pamerkan Tengkorak Korban Kekejaman Orba

Pro-Kontra Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Wamensos: Masih Dikaji TP2GP

Polemik Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba

Menhan Sjafrie Bantah Orde Baru Hidup Lagi akibat UU TNI

Bantah Isu Militerisasi dan Otoritarianisme, Menteri HAM: Orde Baru Bangkit Hanya Imajinasi

Jadi Tamu Utama HUT ke-76 India, Prabowo Ikuti Jejak Sukarno 75 Tahun Silam
