Mengenal Buto Kala, Raksasa 'Penyebab' Gerhana Matahari


Instagram @riana_hoseani
MerahPutih Budaya - Gerhana Matahari Total (GMT) akan melintasi langit Indonesia 9 Maret mendatang, gerhana matahari ini terjadi selama 350 tahun sekali.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan cerita legenda dan mitologi, ada berbagai legenda Gerhana Matahari dari cerita rakyat dan hikayat negeri ini, Raksasa Batara Kala salah satunya.
Sebagian masyarakat Jawa percaya, Gerhana Matahari terjadi saat Buto Kala atau Raksasa Kala yang juga dikenal sebagai Rahu Kala menelan matahari karena dendamnya pada Dewa Surya.
Lalu siapakah Batara Kala?
Dalam ajaran Hindu, Kala adalah putra Dewa Siwa, Kala bergelar sebagai penguasa waktu alias dewa waktu. Dewa Kala sering disimbolkan sebagai rakshasa yang berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang Dewa.
Dalam filsafat Hindu, Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada yang bersikeras ingin hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan dibinasakan oleh Kala. Maka dari itu, wajah Kala sangat menakutkan, bersifat memaksa semua orang agar tunduk pada batas usianya.
Hikayat tentang Dewa Kala memiliki berbagai sumber, berdasarkan Kitab Kala Tattwa, Dewa Kala lahir dari air mani dewa Siwa yang menetes ke air laut. Saat itu Dewa Siwa tengah berjalan-jalan di pantai bersama Dewi Uma, air mani Dewa Siwa menetes saat ia melihat betis Dewi Uma, dari situlah lahir raksasa yang menggeram-geram menanyakan siapa orangtuanya. Atas petunjuk dari Dewa Brahma dan Dewa Wisnu, raksasa itu mengetahui bahwa Dewa Siwa dan Dewi Uma adalah orangtuanya.
Dewa Siwa pun mengekui raksasa itu sebagai anaknya dan memberikannya gelar Batara Kala.
Sedangkan menurut perwayangan Jawa, Batara Kala lahir dari rahim Dewi Uma yang bersenggama dengan Batara Guru saat berada dalam kendaraan suci Lembu Andini.
Batara Guru kaget dan tersadar atas tindakannya melanggar larangan itu. Seketika itu Batara Guru marah pada dirinya dan Dewi Uma, dia menyumpah-nyumpah bahwa tindakan yang dilakukannya seperti perbuatan "Buto" (bangsa rakshasa).
Karena semua perkataannya mandi (bahasa indonesia: cepat menjadi kenyataan) maka seketika itu juga Dewi Uma yang sedang mengandung menjadi raksasa. Batara Guru kemudian mengusirnya dari kahyangan Jonggringsalaka dan menempati kawasan kahyangan baru yang disebut Gondomayit.
Hingga pada akhirnya Dewi Uma yang berubah raksasa itu terkenal dengan sebutan Batari Durga. Setelah itu ia melahirkan anaknya, yang ternyata juga berwujud raksasa dan diberi nama Kala.
Hingga saat ini masyarakat Jawa, ketika fenomena gerhana matahari terjadi maka wanita hamil harus masuk rumah. Anak-anak kecil diharuskan masuk rumah untuk menghindari murka Betara Kala. Di beberapa wilayah di Jawa, mitos ini masih dipegang teguh.
Batara Kala dikenal sebagai raksasa rakus yang gemar memakan manusia, dan membuat kenonaran di muka bumi.
Untuk itu Batara Kala harus dilawan agar tidak memakan matahari, masyarakat jawa biasanya membunyikan kentongan, peralatan dapur dan sebagainya agar bising dna menakuti Batara Kala.
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Gerhana Matahari Total 8 April, Simak Fasenya

[HOAKS atau FAKTA]: Gerhana Matahari, Bumi Gelap Selama Tiga Hari
![[HOAKS atau FAKTA]: Gerhana Matahari, Bumi Gelap Selama Tiga Hari](https://img.merahputih.com/media/8e/c3/68/8ec368373b1f5bed8e9627aeb68c36e7_182x135.jpeg)
Fenomena Gerhana Bisa Pengaruhi Psikologis? Ini Penjelasannya

Warga Antusias Lihat Gerhana Matahari Hibrida di Ponpes Assalam Solo

Warga Diminta Tidak Lihat Langsung Gerhana Matahari Total

Jelang Lebaran, Fenomena Astronomi Gerhana Matahari Hibrida Warnai Langit Indonesia
