Mengenal Adinegoro, Peletak Dasar Jurnalistik Nasional


Ilustrasi Adinegoro (Ist)
MerahPutih Nasional - Nama Adinegoro sejak lama ditetapkan insan pers nasional sebagai nama anugerah raihan karya jurnalistik tertinggi di Tanah Air dan secara tradisi diserahkan pada hari puncak peringatan Hari Pers Nasional saban tahun.
Penghargaan tertinggi bagi insan pers Tanah Air itu diambil dari nama tokoh pers nasional.
Dikutip dari Antara News, nama lengkapnya Djamaluddin Adinegoro (14 Agustus 1904-8 Januari 1967), terlahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Adinegoro dianggap kalangan pers nasional sebagai peletak dasar jurnalistik nasional, dimulai saat masih Belanda menjajah Indonesia.
Jurnalisme Adinegoro senantiasa dibangunnya atas dasar fakta, bernama sumber dan data kredibel. Tidak tanggung-tanggung, ia menempatkan ilmu jurnalistik bukan sekadar cerita biasa. Lantaran ia mampu memberikan referensi terinci mengenai apa yang dituturkan kaya bacaan.
Bahkan, ia senantiasa melengkapi foto, sesekali sketsa grafis dan potongan peta lokasi tempatnya bercerita dari sudut pandang dunia dan bangsa Indonesia. Ia pun mencermati bagaimana syarat menjadi wartawan profesional dan bermitra dengan politisi maupun pekerja hubungan masyarakat (public relations).
Dalam ukuran zaman itu, Adinegoro berkinerja reporter sekaligus fotografer, infografer dan kartografer atau multitasking. Ia pun kompeten menggunakan berbagai format alat kerjanya mulai dari mesin ketik hingga teleks/radiogram atau multiplatform.
Kemudian, ia sangat memahami bahwa karya jurnalistiknya dapat bermanfaat menjadi produk bersarana informasi multichannel, yakni koran, jurnal, buku dan bahan siaran radio. Selain multitalenta, Adinegoro telah menerobos babak awal zaman multimedia jelang Indonesia merdeka. Ia juga membidani didirikannya Radio Republik Indonesia (RRI) Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1945.
Komplit sudah sosok wartawan multitasking, multiplatform, multichannel danmultimedia dalam sosok Adinegoro. Bisa dibayangkan, apa jadinya bila di tangan Adinegoro saat itu sudah ada gawai (gadget) terhubung Internet?
Pria bergelar Datuk Madjo Sutan ini pernah menjadi pemimpin redaksi --jabatan profesi jurnalistik tertinggi di satu penerbitan-- Panji Pustaka, Sumatra Shimbun (masa penjajahan Jepang), dan bersama Prof Supomo mendirikan dan memimpin Mimbar Indonesia.
Adinegoro kemudian menjadi salah satu jurnalis senior Kantor Berita ANTARA hingga akhir hayatnya. Dia menjadi saksi banyak peristiwa penting dan menentukan bagi perjalanan dan eksistensi negara dan bangsa Indonesia, di antaranya meliput Konferensi Meja Bundar, di Den Haag, pada 1949, dan Sidang Umum PBB khusus membahas plebisit untuk Irian Barat, pada 1963.
Adinegoro mengindonesiakan penggunaan kata Celebes menjadi Sulawesi,Borneo menjadi Kalimantan, Buitenzorg menjadi Bogor dan Batavia menjadi Jakarta. Ia menuliskan nama Indonesia dalam setiap menyebutkan nama negerinya. Bukan Hindia Belanda. Bahkan, di halaman 29 buku tersebut Adinegoro membuat catatan perjalanan sekaligus analisis bertajuk “Europa, Holland dan Indonesia”.
BACA JUGA:
- TNI AL Buka Akses Seluas-Luasnya ke Media
- Jokowi Hadiri Acara Peringatan Hari Pers Nasional 2016 di Lombok
- Tokoh Agama Desak Presiden Untuk Lebih Tegas Berantas Korupsi
- Kekinian, Presiden Jokowi Punya Akun Instagram!
- Selamat Hari Pers Nasional
Bagikan
Berita Terkait
Gelar Pasar Murah, PT IIM Tunjukkan Kepedulian terhadap Sesama di Momen Peringatan Hari Pers Nasional

Puan Maharani: “Pers Harus Jadi Pengawas Jalannya Pemerintahan”

Puan Maharani Sebut Pers Harus Jadi Pengawas Jalannya Pemerintahan

Hari Pers Nasional 2025: Mengembangkan Pers Demokratis dan Berkebudayaan Luhur

Gubernur Kalsel Masih Terus Lobi Prabowo untuk Hadiri Puncak Hari Pers Nasional 2025

Jokowi Minta Menkominfo Belanja Iklan Pemerintahan ke Media

Jokowi Diprotes Cucu karena Mukanya Aneh di Sampul Media

Peringati HPN 2024, Pemprov DKI: Peran Pers Krusial Kawal Demokrasi

Galeri Foto Jurnalistik Antara Dibuka kembali, Gelar Pameran Foto ‘Pers, Demokrasi, & Pembangunan’
