Lenong Betawi Harus Bertarung dengan Kesenian Modern


Bang Boy (Kanan) Ketua Dewan Sanggar Selendang Putih (Foto: MerahPutih/Mochammad Yani)
MerahPutih Budaya - Sebagai kota besar, DKI Jakarta memang telah menjadi pusat globalisasi di Indonesia. Perkembangan yang kian pesat ini membuat budaya khas Betawi hampir lenyap ditelan zaman.
Para penggiat kesenian Betawi seperti tari topeng, rebana biang, wayang betawi dan lenong pun harus tersengah-engah mempertahankan budaya leluhurnya. Seperti yang dialami sanggar lenong Selendang Putih yang berada di pinggir kota Jakarta ini.
"Seni kita nasibnya hidup segen mati pun enggak mau. Mau dimatiin enggak boleh diurusin kaga. Itu yang gua rasain disanggar-sanggar," ucap Bang Boy (50) Ketua Dewan Sanggar Selendang Putih.
Lenong Betawi memang salah satu kesenian Betawi yang diunjung tanduk. Harga pementasan Lenong Betawi yang terbilang cukup mahal membuat kesenian yang sarat pesan positif didalamnya kalah bersaing dengan seni modern.
"Orang beralasan harganya mahal. Lenong itu orangnya banyak. Satu orang 200 ribu di kali 60 orang udah 12 juta. Kita kalah sama organ tunggal yang cuma sendiri tapi harganya satu juta lima ratus," katanya.
Bukan hanya itu, minat masyarat yang sangat minim terhadap kesenian Lenong Betawi semakin rentan hilang. Tak heran para penggiat Lenong pun sering menunggu berbulan-bulan menunggu orang yang ingin mengadakan pertunjukan Lenong.
"Kadang sebulan sekali, kadang ada yang sebulan tiga kali. Tapi sampe tiga bulan lagi enggak ada. Enggak tentu," terang Iin Marlina, istri dari Bang Boy yang juga sebagai ketua sanggar selendang putih.
Dengan logat khas Betawi, Bang Boy mengatakan sebagai masyarakat Betawi dirinya wajib mempertahankan budaya leluhurnya itu. Meskipun 'mati-matian' merawat sanggar bersama sang istri Iin Marlina, ia mengaku bahagia bisa ambil andil dalam merawat kebudayaan Betawi.
"Ini hanya karena fardu. Karena gua itu orang Betawi dasarnya gua punya kewajiban untuk mempertahankan kesenian Betawi," ujarnya di teras sanggar.
Menurut Bang Boy, pemerintah daerah harus ikut campur demi mengatasi permasalahan ini. Jika tidak bukan hanya Lenong, kesenian Betawi lain pun dapat hilang ditelan perkembangan zaman.
"Tanpa dibantu oleh pemertah daerah kita agak sulit. Kita persaingan pasarnya enggak sanggup. Karena orang yang suka dengen lenong itu orangnya udah pada mati. Anak muda sekarang mana seneng sama lenong," harapnya.
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Perda 4/2015 Bikin Budaya Betawi Terancam Punah, Hal ini Bakal Selamatkan Identitas Jakarta

Pramono Sebut Jakarta Harus Punya Lembaga Adat Betawi, Jadi Identitas Kuat sebagai Kota Global

Hotel Bintang 4 - 5 di Jakarta Wajib Tonjolkan Budaya Betawi selama 2 Bulan dalam Setahun

Maudy Koesnaedi Melawak Gaya Betawi Hadirkan Sketsa Kesehariaan Warga
Pimpinan DPRD DKI Minta Pemprov tidak Asal dalam Jatuhkan Sanksi kepada Pengamen Ondel-Ondel

Pemprov DKI Segera Rampungkan Perda yang Melarang Ondel-ondel Ngamen di Jalan, Rano Karno: Mudah-mudahan Sebelum HUT Jakarta

Jadi Kado Ultah, Perda Larangan Ondel-Ondel Ngamen Rampung Sebelum HUT Jakarta

Ketua DPRD DKI Usulkan Kebudayaan Betawi Masuk Kurikulum Pembelajaran di Sekolah

Ketua DPRD DKI Dorong Pendidikan Budaya Betawi di Sekolah untuk Pelestarian Jangka Panjang

Gubernur Pramono Wajibkan 10 Hotel Bintang 5 Hadirkan Unsur Betawi
