Lasem Desa Kutukan Warga Tionghoa Bermarga Han


Diskusi "Kesengsem Lasem" di Pusat Dokumentasi Arsitektur Jalan Tebet Dalam IV-I No 30, Tebet, Jakarta, Rabu (20/4). (Foto: MerahPutih/Noer Ardiansjah)
MerahPutih Budaya- Lasem, sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Desa ini menyimpan ragam cerita dan sejarah yang unik. Seperti misalnya, cerita kutukan bagi marga Han (Tionghoa).
Meski sudah tidak relevan mengingat perkembangan zaman yang kian maju, bagi sebagian masyarakat khususnya warga Desa Lasem masih mempercayai kutukan tersebut.
Adapun rangkaian kisahnya bermula dari satu keluarga Jawa keturunan Tionghoa bermarga Han yang kaya raya. Keluarga kecil itu terdiri atas seorang ayah bernama Han, istri, dan empat anak yang semuanya laki-laki.
Kegetiran keluarga tersebut, muncul semenjak kematian istri Han yang menyebabkan sang tuan larut dalam kesedihan. Setiap hari, hatinya luluh lantak mengingat mendiang istri tercinta. Hari demi hari, dirinya hanya ditemani oleh duka dan juga luka.
Kepedihan itu, semakin bertambah tatkala keempat putra Han sibuk dalam kubangan dunia hitam. Kegemarannya mabuk, bermain wanita, dan berjudi membuat sang ayah tidak bisa menaruh harapan kepada empat anaknya itu. Nahasnya, kegemarannya berjudi justru membuat harta keluarga Han semakin terkikis, bahkan segala benda bernilai mereka pun ikut habis.
Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan, Han tidak bosan menghujani keempat anaknya itu dengan nasihat yang meski hanya seperti angin lalu.
Opa Han saat mengikuti diskusi Kesengsem Lasem
Menghadapi perangai yang buruk dari keempat anaknya itu, Han pun kemudian mengingat kembali masa lalunya yang tak ubah demikian.
Keadaan tersebut, akhirnya membuat Han jatuh sakit dan lalu meninggal dunia, menyusul istri tercinta yang terlebih dulu pergi bersemayam.
Hidup yang telanjur miskin bukan alang kepalang, membuat keempat bersaudara itu tidak mampu menguburkan sang ayah dengan layak. Alhasil, mereka pun sepakat untuk meminta bantuan kepada masyarakat Lasem.
Setelah uang terkumpul banyak, bahkan melebihi biaya untuk membeli peti mati dan upacara pemakaman. Celakanya, keempat anak yang berperangai buruk itu justru mempertaruhkan semua uang sumbangan untuk berjudi.
Bukan kemenangan yang didapat melainkan kekalahan telak yang mengakibatkan uang pemakaman untuk ayahandanya habis terkuras. Jasad ayahnya pun tergeletak begitu saja. Hingga pada suatu malam yang sunyi dan mencekam, keempat anak itu mendapat sebuah kutukan dari arwah seorang lelaki yang tak lain adalah ayah mereka sendiri.
Ketika mendengar kutukan, keempat anak itu segera menghapus nama ayahnya, Han pada nama mereka dan pergi berkelana tak kunjung arah.
"Cerita itu yang masih dipercaya oleh masyarakat sana. Bahkan, marga Han tidak boleh melintas desa Lasem baik udara, darat, dan laut. Tapi, belum dibuktikan secara ilmiah," ucap Agni Malagina saat diskusi Kesengsem Lasem di Pusat Dokumentasi Arsitektur Jalan Tebet Dalam IV-I No 30, Tebet, Jakarta, Rabu (20/4).
Menimpali pemaparan tersebut, Opa Han salah seorang sesepuh Tionghoa yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa dirinya mempunyai pengalaman lain di Lasem. "Dulu saya pernah melintasi Lasem dan tidak apa-apa," ungkap Opa Han.
Seperti diketahui, Lasem merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang yang dari sejarahnya merupakan tempat keturunan Tionghoa bermukim. Karena itu, sebagian besar bangunan serta situs bersejarah di Lasem memiliki corak Tionghoa. (Ard)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Film Pendek 'Kita Berkebaya' Segera Rilis 24 Juli 2025, Angkat Keresahan Tradisi Berkebaya Agar Tak Ditinggalkan

Makna Filosofi Tarian Anak Coki, yang Viral Mendunia Lewat Video Aura Farming

Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali

Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar

Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis

AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'

Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui

Sultanah Nahrasiyah, Jejak Perempuan Pemimpin dari Samudra Pasai

Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera
