Kasus Kabut Asap, Komnas HAM: Seharusnya Pemerintah Tindak Koorporasi


Sejumlah pengendara melintas diatas jembatan ampera yang tertutup kabut asap, Palembang, Sumsel, Rabu (26/8). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
MerahPutih Nasional - Biang kabut asap berada di antara konflik tanah warga dengan korporasi. Konflik tanah antara warga dan perusahaan semakin sulit diselesaikan. Pasalnya, warga harus berhadapan dengan korporasi yang selalu diberi ruang oleh pemerintah untuk mengolah tanah menjadi perkebunan. Warga kehilangan tanah garapan, sehingga membakar hutan untuk membuka lahan baru.
Nur Kholis, Anggota Komnas HAM, mengatakan cukup sulit untuk menyelesaikan sengketa tanah antara warga dengan korporasi besar. Sehingga, yang terjadi Komnas HAM hanya bisa memediasi yang berujung pada ganti rugi. Padahal, yang dibutuhkan warga adalah tanah.
"Pengaduan ke Komnas HAM terkait konflik lahan rata-rata 5.000 kasus per tahun. Korban konflik lahan rata-rata masif," katanya kepada merahputih.com, Minggu (6/9).
Terkait dengan asap yang menjadi efek negatif alih fungsi lahan menjadi perkebunan, kata Nur Kholis ini adalah bentuk lemahnya peran pemerintah. Sehingga yang terjadi korporasi malah mengontrol pemerintah.
"Negara seharusnya kuat untuk melindungi masyarakatnya dan menindak korporasi yang melakukan pelanggaran."
Dia meyakini, aktor terkuat saat ini adalah korporasi. Padahal, Prinsip panduan bisnis dan HAM Komisi HAM PBB 2011, Negara berkewajiban melindungi warga negasa dari pihak ketiga.
"Komnas HAM memang tidak bisa menindak korporasi. Harusnya negara yang menindak, kalau tidak akan terulang."
Contoh kasus, di Rantau Pulung Kalimantan Timur dengan PT Nusa Indah Kalimantan Plantation.Telah terjadi penyalahgunaan alih fungsi lahan transmigrasi menjadi lahan perkebunan oleh PT Nusa Indah Kalimantan Plantation yang diduga mencaplok lahan warga. Akibatnya, dua orang perwakilan warga ditetapkan sebagai tersangka.
"Kita berharap pemerintah berani melakukan penindakan terhadap korporasi yang melakukan alih fungsi lahan menjadi perkebunan," tuntasnya.(fdi)
Baca Juga:
Dampak Kabut Asap Melanda Sumatra
Tangani Bencana Kabut Asap, Ibas Minta Presiden Jokowi Tiru SBY
Bagikan
Berita Terkait
Kebakaran makin Berkecamuk, Yunani, Spanyol, dan Portugal Berpacu Padamkan Api saat Uni Eropa Tingkatkan Bantuan Lintas Negara

Eropa Selatan Dilanda Kebakaran Hutan, Suhu Ekstrem Tembus 40 Derajat Celsius

Biaya Padamkan Karhutla Mahal, Satu Menit Penerbangan Habiskan Rp 300 Juta

Prancis Alami Kebakaran Hutan Terbesar Musim Panas ini, Areanya Lebih Luas daripada Kota Paris

Peneliti IPB Ungkap Strategi Cerdas Tekan Karhutla dengan Padukan AI dan Keterlibatan Masyarakat

Buka Lahan dengan Cara Membakar Kini Dilarang, Pemerintah: Gunakan Teknologi yang Modern

Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya

Titik Panas di Kaltim Meningkat, Rata-Rata Harian di Atas 100 Titik

Karhutla Sekitar Bandara Singkawang Jadi Lautan Api, Lahan 100 Hektar Ludes Terbakar

Karhutla Kian Merajalela, DPR Desak Pemerintah Lakukan Ini Demi Selamatkan Indonesia
