Jutaan "Ibu" di Gianyar


Pengunjung mengamati karya seni grafis saat pameran bertajuk Pada Tiap Rumah Hanya Ada Seorang Ibu di Bentara Budaya Bali, Sabtu (7/3) malam. (Foto: Antara/Fikri Yusuf)
MerahPutih Budaya - Bagi banyak orang, ibu memegang peranan penting. Dalam kehidupan, ibu merupakan sosok pembentuk karakter anak. Sebagaian besar kehidupan anak dipengaruhi oleh ibu. Mulai dari sejak lahir, ibu memberikan ASI untuk kehidupan sebagai asupan ke tubuh. Begitu memasuki usia lebih dua tahun, ibu mulai mengajari anak perihal objek-objek yang ada di sekitarnya. Saat remaja, ibu menjadi penyemangat melalui kedekatan emosial anak. (Baca: Mengenal Lebih Dekat Suku Tengger)
Di mitologi, ibu dikisahkan sebagai sosok yang memiliki daya tinggi. Ibu digambarkan sebagai sosok yang tidak boleh dilawan. Begitulah mitologi berkembang, mulai dari Yunani hingga di Nusantara. Di Nusantara ada kisah Malin Kundang, cerita anak durhaka kepada ibunya. Ada pula kisah Sangkuriang, yang berkembang di Jawa Barat. Di Yunani ada kisah Oedipus.
Begitulah ibu menjadi simbol. Semua benang merah kisah tersebut menyiratkan, kekacauan besar bermula dari perlawanan (durhaka) anak terhadap ibunya. (Baca juga: Mengintip Keindahan 'Gerbang Surga' di China)
Di keagamaan, ibu dianggap sebagai sosok yang patut dijaga, baik hatinya maupun fisiknya. Demikianlah salah satu pesan dalam frasa "Surga di Telapa Kaki Ibu".
Semua makna yang muncul, baik dari apa yang tertuang dalam mitologi klasik maupun nilai etika keagamaan, diungkap oleh seorang seniman lulusan Institut Seni Indonesia (ISI), Theresia Agustina Sitompul. Perempuan kelahiran Agustus 1981 ini mengadakan pameran grafis bertajuk "Pada Tiap Rumah Hanya Ada Seorang Ibu", di Bentara Budaya Bali, 8 Maret hingga 15 Maret 2015. Pembukaan pameran dilakukan hari ini, Sabtu (7/3), di Gianyar, Bali.
Pameran seni grafis Theresia membawa pengunjungnya untuk menafsirkan kembali arti "ibu" di dalam ruang kehidupan modern ini. "Pada pameran tunggal grafisnya kali ini, Theresia Agustina Sitompul atau biasa dipanggil “Tere”, mengekspresikan Ibu sebagai metafor yang kaya akan makna. Ia secara khusus menggunakan teknik yang tidak lazim, yakni mendayagunakan karbon –sebentuk tafsirnya terhadap teknik penggandaan pada tradisi karya grafis," demikian tersiar di blog resmi Bentara Budaya Bali.
Sekali lagi, melalui seniman yang melakukan pameran "Yearning" di Cafe Yogyakarta ini, arti ibu akan muncul begitu banyak. Mungkin ada puluhan arti ibu, bahkan jutaan. Semua bergantung pada makna ibu masing-masing melalui seni grafis. (fre)
Bagikan
Fredy Wansyah
Berita Terkait
ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

PT KAI Gelontorkan Rp 3,05 Miliar Buat UMKM, Termasuk Pameran Internasional

Pameran ART SURA 2025 Bakal Tampilkan 172 Seniman dan 236 Karya Seni

Berlian dan Waktu: Eksplorasi Narasi Alam lewat Pameran Interaktif di Jakarta
Jakarta Fair Kemayoran Pada Tahun Ini Berkurang 7 Hari

Anak Gym Mesti Merapat, Indonesia Fitness Expo 2025 Pertemukan Penggemar Olah Raga dengan Jagoan Industri Kebugaran

Berbagai Aktivasi Seru yang Bisa Kamu Jumpai di Area 'This Is Taylor Swift: A Spotify Playlist Experience'

Pameran Lukisan Yos Suprapto Dibatalkan, Dianggap Bentuk 'Pemberedelan' dan Jadi Preseden Buruk

Aharimu Buka Pameran Seni Solo Bertajuk 'Figure A'

Pokemon Festival 2024 Resmi Dibuka, Tawarkan Pengalaman Libur Tahun Baru Ceria
