Ikatan Ahli Kebencanaan: Banjir Bandung Terparah 20 Tahun Terakhir


Banjir Bandung, Jawa Barat. (Foto: Screenshot Facebook)
MerahPutih Nasional - Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) menyatakan bahwa banjir yang melanda sejumlah titik di Kota Bandung, Jawa Barat pada Senin (24/10) merupakan banjir paling parah sejak 10-20 tahun terakhir.
"Bencana banjir yang terjadi di Kota Bandung Senin, 24 Oktober 2016 merupakan banjir yang paling parah sejak 10-20 tahun terakhir ini. Banjir kota (urban flood) semacam ini hampir selalu mengancam kota-kota besar di Indonesia. Lebih-lebih secara geomorfologi, Kota Bandung berupa cekungan yang dikelilingi oleh banyak pegunungan di sekitarnya," demikian pernyataan IAIB menanggapi banjir Bandung dalam rilis yang diterima merahputih.com.
Sebagai satu kesatuan sistem hidrologis di mana semua air hujan yang jatuh akan mengalir melalui sistem sungai dan sistem drainase kota menuju ke single outlet. Dan akhirnya, sebagian besar limpasan permukaan (surface runoff) tersebut menuju ke sungai dan Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Adanya tiga waduk besar dalam satu sistem DAS tersebut dapat mengurangi risiko banjir di bagian hilir DAS Citarum seperi Purwakarta dan sekitarnya.
Faktor-faktor penyebab banjir antara lain, pertama faktor hidrometeorologi (cuaca), kedua faktor kondisi biogeofisik permukaan lahan, dan ketiga faktor manusia. Hujan dengan intensitas sangat tinggi (>60 mm/jam) berlangsung singkat akan menyebabkan kemampuan lahan tidak mampu menyerap (infiltrasi) lebihan air hujan (excess rainfall), sehingga kapasitas infiltrasi tanah lebih kecil daripada intensitas hujan. Karena curah hujan berlangsung sangat singkat, intensitas sangat tinggi dan merata kejadiannya, akan menyebabkan debit sungai dan saluran drainase kota terlampaui, sehingga terjadi banjir besar yang mampu menerjang apa saja yang dilewatinya. Sistem drainase Kota Bandung yang bertopografi miring mendukung sistem pengatusan banjir,sehingga banjir berlangsung cepat.
Selain kondisi di atas, perubahan tataguna lahan dan tata ruang wilayah hulu DAS Citarum berpengaruh besar terhadap banjir Kota Bandung. Urbanisasi dan munculnya kompleks perumahan kumuh di sepanjang sungai juga menyumbang debit banjir. Ada korelasi positip antara pertambahan jumlah penduduk kota dan frekuensi banjir.
Dalam konteks banjir kota, ada kecenderungan terjadi dengan periode ulang (return period) yang semakin memendek (semakin sering terjadi), lebih-lebih ada kemungkinan faktor pengaruh kejadian hujan ekstrim sebagai isu perubahan iklim.
Pentingnya Rencana Kontijensi Bencana Banjir Kota, di mana sejauh ini Pemkot Bandung belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan instrumen kelembagaan lainnya yang terkait dengan kebencanaan. Meskipun sudah sering dilakukan pelatihan kebencanaan (kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan kembali termasuk relokasi) oleh banyak pihak, namun belum satu kesatuan terintegrasi dalam Rencana Kontijensi (Rekon) dan Rencana Operasi (Renop) serta Pengadaan yang efektif Sistem Peringatan Dini Cuaca Ekstrim (Accuweather dan Info BMKG) yang berbasis masyarakat.
Review dan evaluasi spasial terhadap Rencana Detil Tata Ruang skala besar (1:5000 atau 1:10.000) perlu dilakukan secara menyeluruh dan bertahap sesuai dengan visi kota Bandung. Penegakan aturan peruntukan lahan menjadi suatu kebutuhan agar Bandung bebas banjir di kemudian hari.
BACA JUGA:
- Banjir Bandung Sebabkan Satu Korban Tewas Terseret
- Video Derasnya Banjir Bandung Seret Mobil di Jalan Pagarsih
- Hujan Lebat, Bandung Terendam Banjir
- Aksi Sosial Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB Untuk Korban Banjir Garut
- Bogor Diguyur Hujan Lebat, Jakarta Siaga Banjir Tangerang Masih Aman