Candi Cetho, Mengalami Pemugaran Era Soeharto

Ana AmaliaAna Amalia - Kamis, 14 April 2016
Candi Cetho, Mengalami Pemugaran Era Soeharto

Candi Cetho (foto: instagram.com/pingdafrog)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

Merahputih Budaya - Candi Cetho sempat mengalami pemugaran pada akhir tahun 1970-an dilakukan oleh Asisten Pribadi Presiden Soeharto, Sudjono Humardani. Hal ini dilakukan mengingat kondisi punden perundak sudah tidak layak dan perlu dipertahankan.

Namun pemugaran ini banyak di protes dan mendapat kritikan pedas oleh pakar arkeologi. Alasannya, pemugaran dilakukan berdasarkan studi yang mendalam.

Beberapa bangunan hasil pemugaran nampak tidak orignal lagi seperti gapura megah di bagian depan kompleks, bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung yang dinisbatkan sebagai Sabdapalon, Nayagenggong, Brawijaya V, serta phallus, dan bangunan kubus pada bagian puncak punden.

Saat bangunan Candi Cetho di renovasi, komplek candi pun berubah menjadi sembilan berundak. Sebelumnya, gapura besar hhanya berbentuk candi bentar, pengunjung hanya mendapati dua pasang arca penjaga.

Selain itu, aras pertama gapura masuk yakni teras ketiga merupakan bagian halaman candi. Selanjutnya, aras kedua masih dalam bentuk halaman. Sedangkan aras ketiga sebagai tempat petilasan Ki Ageng Krincingwes yang merupakan leluhur masyarakat dusun.

Bila memasuki aras kelima (teras ketuju), anda akan menemukan sebuah gapura di dinding sebelah kanan (tulisan pada batu), dengna aksara bahasa Jawa Kuno berbunyi pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397.

Tulisan ini ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 Saka atau 1475 Masehi.

Pada teras ketujuh anda akan menemukan tataan batu mendatar di permukaan tanah serta menggambarkan kura-kura raksasa, diartikan sebagai simbol Majapahit. Simbol phallus memiliki arti sebagai alat kelamin laki-laki dan memiliki panjang 2 meter dilengkapi hiasan tindik (piercing) bertipe ampalang.

Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 era modern. Dapat ditafsirkan bahwa kompleks candi ini dibangun bertahap atau melalui beberapa kali renovasi. (Abi)

BACA JUGA:

  1. Candi Cetho, Nampak Megah Dibangun Pada Lereng Gunung Lawu
  2. Rute Perjalanan Menuju Candi Ngawen
  3. Candi Ngawen, Patung Singa Menjadi Ciri Khas
  4. Candi Ngawen, Situs Sejarah Belum Banyak Dikenal Wisatawan
  5. Wisata Alam dan Sejarah di Candi Miri

 

 

 

 

#Candi Ceto
Bagikan
Ditulis Oleh

Ana Amalia

Happy life happy me

Berita Terkait

Bagikan