DARI ruang redaksi Merahputih.com kami persembahkan Berpacu Dalam Pandemi. Sebuah acara asyik menguji ketangguhan hidup peserta di masa pagebluk. "Hallo pemirsa. Dua tahun lamanya kita di rumah, dua tahun lamanya megap-megap bertahan hidup," sapa pemandu acara.
Hadir lima peserta seluruhnya rakyat jelata. Mereka saban hari berkarier sebagai ojek daring sepi order, pengantar paket upah rendah, pedagang kaki lima modal pas-pasan, buruh harian tanpa jaminan kesehatan, dan manusia silver.
Kelima peserta tampil sebagai simbol keanekaragaman. "Berbeda-beda kerja tetapi tetap jelata jua".
Baik, sebelum memulai permainan akan lebih elok kiranya bila diberi pengantar betapa pentingnya menghadirkan para peserta pada gelaran Berpacu Dalam Pandemi.
Sejak COVID-19 merebak di pelbagai tempat, para ekonom telah memprediksi pembatasan sosial akan berimbas pada perlambatan ekonomi. Imbasnya secara langsung membuahkan peningkatan angka kemiskinan.
Survey Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang. Angka tersebut memang turun 0,01 juta orang terhadap catatan di September 2020, namun belum sepenuhnya merangkum keadaan aktual sejak penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Lantas, bagaimana cara masyarakat miskin tumbuh dan tangguh di masa pandemi?
Demi beroleh jawaban atas pertanyaan tersebut langsung saja mulai permainan Berpacu Dalam Pandemi. Permainan terbagi dalam lima babak; RANGKAIAN DANA, KENANGAN MAKSA, BURSA NAFKAH, dan SEKILAS WAJAH. Setiap jawaban benar maka beroleh poin 100, namun jika salah tentu lebih baik mengaku dan minta maaf biar enggak slek.
Oke, babak pertama RANGKAIAN DANA. Tangan peserta bersiap di atas bel. Piano melantun suara serupa nada dering. "Teet!" Peserta nomor tiga menjawab. "Suara panggilan telepon kolektor pinjaman online udah delapan bulan belum dibayar". Ya, betul! Dapat poin 100.
Selanjutnya, babak kedua KENANGAN MAKSA. Di layar muncul video penyanyi gondrong, kumisan, sedang menggenjreng gitar akustik. "Coretan di dinding membuat resah. Resah hati pencoret. Mungkin ingin tampil. Tapi lebih resah pembaca coretannya. Sebab coretan dinding. Adalah pemberontakan kucing hitam. Yang terpojok di tiap tempat sampah. Di tiap kota".
Peserta nomor satu tekan bel, namun belum sempat dijawab, coretan di dinding kadung diblok. Babak kedua ternyata harus dibatalkan sehingga lanjut babak berikutnya, BURSA NAFKAH.
Pembawa acara memulai babak ketiga menceritakan lagu getir di bulan Juli saat gelombang varian Delta membuat tenaga kesehatan kewalahan, dan petugas pemakaman harus lembur mengebumikan jenazah pasien terpapar COVID-19.
Peserta nomor lima meminta satu not. Pemain piano menekan satu tuts. "Suara tangis anak di rumah sendirian sedang isoman mendengar kabar orang tuanya tiada". Semua penonton terdiam. Studio mendadak sepi.
Sejurus kemudian permainan berlanjut. Babak terakhir, SEKILAS WAJAH. Satu per satu potongan wajah terbuka. Baik peserta nomor dua dan empat masih enggan menjawab sebab tak ada gambar. Sampai seluruh potongan tersibak tetap hanya ada warna hitam gelap di layar.
Tak lama, peserta nomor lima pencet bel. "Wajah penegakan hukum terhadap praktik korupsi di masa pandemi". Ya, tepat, betul! Point bertambah jadi 200.
Meski poin perserta nomor lima unggul, pemenangnya tetap seluruh masyarakat Negeri Aing karena telah tumbuh dan menjadi tangguh di masa pandemi. Merahputih.com mengusung tema TANGGUH sebagai rangkaian JAGOAN NEGERI AING berusaha memberi ruang kepada masyarakat nan jarang diberi panggung saat berjuang menghadapi masa-masa sulit selama pagebluk.
Sepanjang bulan September, Merahputih.com akan menyajikan artikel tentang jatuh-bangun masyarakat bertahan hidup di masa pandemi. Cerita tersebut diperlukan agar tak ada orang merasa berjuang sendirian.
Masyarakat terbukti tangguh menghadapi segala badai dengan memanggul beban berat di pundak masing-masing. Mereka saling bantu agar tetap bisa tumbuh dan melanjutkan kehidupan. Situasi sulit mengajarkan masyarakat tentang ketangguhan menghadapi medan terjal dan berliku. Pantang menyerah. TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUK! (*)