DUA perempuan berusia sekira kepala tujuh hidup bersama seatap. Saban hari, Kaminah dan Kusdalini saling menyemangati paling tidak untuk tetap hidup bahagia meski hanya berdua. “Bisa potong kuku sendirian,” ucap Kaminah.
“Nanti saja”.
“Mau Aku potong,” kata Kaminah lagi.
“Nanti saja biar aku sendiri,” balas Kusdalini. Percakapan berakhir tawa canda antara Kaminah dan sahabatnya, Kusdalini. Mereka adalah dua tokoh utama dalam film You and I.
Film dokumenter garapan Fanny Chotimah tersebut menceritakan kisah keseharian dua eks tapol perempuan berjuang menjalani masa tua bersama-sama dalam satu atap.
Baca juga:
Film You and I dibuka dengan kalimat penjelasan tentang peristiwa 1965. Peristiwa kelam tentang konflik politik di tahun 1965 tanpa pengadilan bagi mereka dituduh berhubungan dengan PKI tersebut menyisakan cerita memilukan. Kaminah (17 tahun) dan Kusdalini (21 tahun) bersua di balik jeruji besi. Keduanya dijebloskan masuk penjara lantaran aktif di organisasi Gerakan Wanita Istri Sedar (Gerwis) merupakan cikal bakal Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Setelah bebas, Kusdalini tinggal bersama neneknya, sedangkan Kaminah tak diakui keluarganya. Akhirnya, Kusdalini mengajak Kaminah tinggal serumah. Sejak itu, kedua perempuan terseabut merajut kisah persahabatan. Relasi antara keduanya bertahan sampai mau merenggut salah satunya.
Durasi film bergenre dokumenter tersebut satu jam lebih dari 12 menit. Penonton disuguhkan obrolan ringan antarkedua tokoh. Mulai dari kenalan-kenalan masih hidup, membahas tayangan televisi, hingga membungkus kerupuk. Benar-benar keseharian, laiknya orang tua pada umumnya, hanya saja keduanya menyimpan kepahitan hidup lantaran imbas politik di tahun 1965. Mereka harus hidup dengan stigma sebagai orang buangan.
Informasi tentang peristiwa 1965 juga disertakan sebagai latar belakang pertemuan keduanya. Kaminah dan Kusdalini menjalani hari-hari biasa. Namun, Kusdalini mengalami penurunan daya ingat, sehingga Kaminah selalu mengingatkan hal terlewat.
Contoh adegan Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah. Kata Korupsi juga dihadirkan, tapi sebatas kacamata Kaminah mengenang perjuangan Presiden Sukarno.
Baca juga:
Babak pertama memperlihatkan kehidupan sehari-hari kedua pemudi ini, maka babak kedua mencapai akhir menyajikan perjuangan Kaminah merawat Kusdalini. Kondisi kesehatan Kusdalini semakin menurun membuatnya mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Kaminah selalu menjaga dan memenuhi keperluan sahabatnya. Mulai dari berjaga malam hari, menyuapi, hingga menggunting kuku Kusdalini. Penonton sempat diberikan harapan lewat adegan kembalinya Kusdalini menuju rumahnya.
Namun, takdir berkata lain. You and I sudah rilis pada September 2020, dan tersedia streaming sejak 9 April.
Sutradra Fanny Chotimah mengenal baik Kaminah maupun Kusdalini. Ia termotivasi memproduksi tayangan dokumenter tentang mereka, sesudah membaca buku Pemenang Kehidupan karya Adrian Mulya dan Lilik HS pada 2015.

Fanny dan timnya melakukan pendekatan dengan mengunjungi Kaminah serta Kusdalini. Total empat tahun dihabiskan Fanny dan tim melakukan riset untuk film tersebut.
Tim mengikuti berbagai acara besar seperti Festival Film Dokumenter Master Class (2016), Docs By The Sea (2017),dan Laboratorium Olah Cerita & Kisah (2019). Tujuannya mematangkan ide dan narasi untuk You and I.
Fanny juga mengobrol, dan makan bersama Kaminah serta Kusdalini. Oleh karena itu, pengambilan gambar You and I terasa dekat bagi penontonnya. Visual You and I mengedepankan teknik pengambilan Medium Shot, Medium Close-up, dan Close-up, mulai dari adegan wawancara Kaminah, menyusuri jalan-jalan di pedesaan, mengikuti pertemuan berkaitan dengan pembongkaran makam, dan sebagainya.
Kaminah dan Kusdalini di dalam film tersebut menggunakan bahasa Indonesia kadang bercampur Jawa. You and I menyajikan alur maju, sedangkan masa lampau dijelaskan melalui narasi, foto tak berwarna, dan dialog. Plotnya tersusun berkesinambungan, sehingga penonton tidak bosan menonton.
Konten dihasilkan melewati kacamata kedua penyintas perempuan ini, meraih tiga penghargaan. Yakni “The Asian Perspective Award,” dari DMZ International Film Festival pada 2020 di Korea Selatan . Lalu, “Dokumenter Panjang Terbaik,” dari Festival Film Indonesia 2020, dan Piala Maya 2021. (bed)
Baca juga:
Di Belakang Layar Film Dokumenter Eksperimental Kantata Takwa