YLKI Kecam Revisi UU KPK Berpotensi Suburkan Praktik Korupsi di Indonesia
MerahPutih.Com - Penolakan terhadap revisi UU KPK terus mengalir dari pelbagai elemen masyarakat dan lembaga sipil. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melancarkan protes keras terhadap segala bentuk pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk pelemahan institusi KPK.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, upaya pelemahan KPK hanya akan menyuburkan praktik korupsi di Indonesia.
Baca Juga:
"Sebab tidak akan ada lagi lembaga yang kredibel dan wibawa dalam pemberantasan korupsi. Dan tingginya harga barang dan tarif suatu jasa akan makin tak terkendali, sebab biaya ongkos korupsi dimasukkan ke dalam komponen harga tarif suatu barang jasa tersebut," kata Tulus dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin (16/9).
Ia mendesak revisi UU KPK tidak dipaksakan untuk disahkan pada periode anggota DPR yang akan habis masa jabatannya.
"Tetapi dibahas pada masa anggota DPR baru periode 2019-2024,"jelas Tulus.
Alasannya, agar konsultasi publik dengan stake holder dalam pembahasan revisi UU KPK berjalan maksimal.
"UU yang diketok/disahkan di akhir masa jabatan anggota DPR pada akhirnya banyak menimbulkan masalah," jelas Tulus.
Sementara itu Anggota DPRD Fraksi Gerindra Provinsi Jawa Barat Ihsanuddin menilai, ada indikasi pelemahan terhadap KPK.
"Hal itu bisa dilihat dari daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan oleh pemerintah kepada DPR, memiliki kecenderungan untuk memperlemah kinerja KPK," jelas dia.
Baca Juga:
Firli Bahuri Jadi Ketua KPK, Pengamat: Negara Ini Sudah Dikuasai Polisi
Potensi pelemahan ini bisa dilihat dari DIM tersebut bahwa anggota Dewan Pengawas KPK ditunjuk langsung oleh pemerintah.
Padahal, lanjut Ihsanuddin, seharusnya pembentukan dewan pengawas bagi KPK haruslah diisi oleh tokoh masyarakat, akademisi, atau pegiat antikorupsi.
"Penunjukan oleh pemerintah itu rentan menjadi pintu masuk intervensi pemerintah untuk melemahkan KPK," tutup dia.(Knu)
Baca Juga:
Soal Polemik KPK, Pemerintah Diminta Duduk Bersama Dengan DPR