MerahPutih.com - Puro Mangkunegaran menggelar acara adat Wilujengan Ruwahan di Pendopo Ageng Puro Mangkunegaran, Kamis (17/3) malam.
Wilujengan Ruwahan merupakan upacara adat yang kali pertama diadakan Mangkunegaran di tengah pandemi dan pertama kalinya Kanjeng Gusti Adipati Arya (KGPAA) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo memimpin upacara adat usai dikukuhkan menjadi Mangkunegoro X pada Sabu (12/3).
Pantauan Merahputih.com, Wilujengan Ruwahan atau mendoakan pada leluhur dimulai dengan keluarnya para alim ulama di Pendopo Ageng dengan membawa bunga tabur. Tak lama kemudian, Gusti Bhre keluar dari Dalem Ageng menuju Pendhapa Gede duduk di tengah-tengah.
Baca Juga:
Harapan Sri Sultan HB X dan Paku Alam terhadap Kepemimpinan Mangkunegara X
Tak lama kemudian, Pengageng Wedhana Satrio Pura Mangkunegaran KMRT Lilik Priarso di Solo membacakan susunan acara. Kemudian para alim ulama membacakan Surat Al-Fatihah pada Mangkunegoro I sampai IX.
Setelah itu, upacara dilanjutkan dengan membaca tahlil. Wilujengan Ruwahan ditutup dengan membacakan tahlil dan doa. Setelah acara selesai bunga tabur tersebut dibawa para alim ulama Mangkunegaran untuk ditaburkan ke makam-makam leluhur trah Mangkunegaran. Tradisi ruwahan sendiri berlangsung khidmat selama 1 jam lamanya.
Setelah mengikuti prosesi, Mangkunegoro X lantas meninggalkan Pendhapa Gede dan bercengkrama dengan kerabat Pura Mangkunegaran lain yang berada di depan Dalem Ageng.
Pengageng Wedhana Satriya Pura Mangkunegaran KRMT Lilik Priarso Tirtodiningrat mengatakan, Wilujengan Ruwahan Pura Mangkunegaran ini merupakan tradisi sejak Mangkunegoro I.
"Wilujengan Ruwahan dalam adat Jawa adalah kegiatan rutin sebelum memasuki bulan Ramadan," kata Lilik, Kamis (17/3).
Baca Juga:
Permaisuri Dalem Kukuhkan Adipati Mangkunegara X, Jokowi Datang Beri Selamat
Ia mengatakan, Wilujengan Ruwahan sempat berhenti dua tahun karena pandemi. Kegiatan tersebut berupa doa selamatan, yang dilanjutkan ziarah ke makam-makam raja Kerajaan Mataram.
"Bunga tabur nanti akan ditaburkan pada semua makam leluhur mulai dari Imogiri, Kotagede, Wonogiri, dan Punggawa Baku," ungkapnya.
Menurut Lilik, wilujengan tersebut digelar malam Jumat saat sudah menginjak tanggal 10 Ruwah. Orang Jawa menyebut ritual itu sebagai nyadran (ziarah) sebelum puasa dan sebelum padusan.
"Gusti Bhre hanya ikut Wilujengan Ruwahan. Tidak ikut ke makam leluhur karena itu sudah menjadi takdir seorang adipati," pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga:
Dua Pusaka Hadir Saat Pengukuhan GPH Bhre Jadi KGPAA Mangkunegara X