Wastra Nusantara Sarat Pesona Kekayaan Motif dan Makna Ilustrasi kain Ulos. (Unsplash/Chris Chow)

WASTRA Nusantara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kain tradisional Indonesia yang memiliki banyak ragam motif, warna, dan ukuran. Kain tradisional khas daerah-daerah di Indonesia ini biasanya dibuat dengan tangan bukan mesin. Teknik pembuatannya pada masing-masing suku bangsa di Indonesia sangat berbeda, demikian pula dengan material pembuatannya.

Meskipun hanya selembar kain, namun motif yang dibuat tak sembarangan dapat dipakai. Terdapat motif-motif yang hanya dapat dipakai oleh golongan atau acara ritual tertentu. Seperti motif batik parang yang hanya dipakai oleh kalangan bangsawan Jawa. Makanya pada pernikahan Kaesang - Erina ada larangan untuk mengenakan batik motif itu. Demikian juga dengan kain ulos yang memiliki motif-motif tertentu yang hanya dapat dipakai pada acara-acara tertentu.

Baca Juga:

Kekayaan Ragam Motif Kain Tenun Flores

kain
Songket Minangkabau (Foto: Instagram/songket.padang)

Batik tulis, kain songket, atau kain tenun menjadi bagian dari wstra Nusantara yang kian mendapatkan tempat pada masyarakat. Bukan hanya nilai tradisional yang ada di dalamnya melainkan nilai seni yang membuatnya sangat berharga. Butuh ketekunan dan ketelitian berdasarkan pakem-pakem lama untuk menghasilkan selembar kain yang sangat bagus.

Tentunya yang saat ini populer pada masyarakat adalah kain batik, meskipun tidak menyingkirkan ragam wastra lainnya. Ambil kain songket Minangkabau yang hingga saat ini masih dikenakan untuk berbagai upacara adat, seperti Batagak Pangulu (Pengangkatan Pemimpin Adat), maupun ragam prosesi dalam upacara pernikahan.

Kain ini mempunyai sejarah cukup panjang. Songket awalnya berasal dari kerajaan Sriwijaya yang kemudian dikembangkan di Kerajaan Melayu, hingga akhirnya masuk ke tanah Minang.

Dahulu Songket tercipta sebagai alat ekspresi. Karena jaman dahulu orang Minang tidak bisa menulis, sehingga mereka mengekspresikan perasaan ke dalam sehelai songket. Hal itu yang membuat kain songket mempunyai makna yang berbeda-beda.

Motif songket berbagai macam ruma mulai dari Bungo Malur, Kudo-Kudo, Kain Balapak Gadang, Pucuak Ranggo Patai, Pucuak Jawa, Pucuak Kelapa, dan masih banyak lagi. Paling terkenalnya ialah motif Kaluak Paku dan Pucuak Rabuang.

Baca Juga:

Nilai Kehidupan dalam Kain Ulos

ulos
Ada beragam jenis Ulos. (MP/Andrew)

Kemudian suku Banjar di Kalimantan Selatan juga memiliki kain adat sendiri yang disebut kain Sasirangan. Sejarahnya kain ini sudah ada sejak sejak abad ke 12. Menurut cerita dari penduduk setempat, kain Sasirangan merupakan karya dari Patih Lambung Mangkurat setelah ia bertapa di atas rakit Balarut Banyu selama 40 hari 40 malam. Banyak masyarakat yang percaya bahwa kain ini memiliki kekuatan magis yang dapat digunakan untuk mengobati orang sakit dan mengusir roh jahat.

Selain itu, kain Sasirangan juga memiliki teknik serta motif yang khas. Motif kain ini dibuat dengan teknik jelujur atau garis vertikal memanjang dari atas ke bawah. Ada tiga jenis motif utama yang dikenal masyarakat dalam membuat kain Sasirangan antara lain motif lajur, motif ceplok, dan motif variasi.

Demikian pula dalam setiap hajatan pada suku Batak memperlihatkan keindahan motif kain Ulos yang dikenakan setiap orang. Kain ulos termasuk ke dalam salah satu jenis kain tenun tradisional Indonesia yang secara turun temurun dikembangkan masyarakat Batak. Warna dominan ulos biasanya berupa merah, hitam, dan putih, serta dihiasi ragam tenunan.

Kain Ulos memiliki berbagai makna sesuai dengan motifnya. Seperti Ulos Bintang Maratur, kain ulos ini memiliki corak bintang yang teratur dan melambangkan kebijaksanaan. Selain Bintang Maratur, kain ini dikenal dengan nama siatur hamoraon, siatur marboru, siatur maranak, dan siatur hagabeon. Nilai yang terkandung dalam ulos ini adalah sikap patuh, rukun, dan kekeluargaan.

Dalam acara adat Batak Toba, ulos Bintang Maratur biasanya diberikan kepada merek yang memasuki rumah baru atau berhasil membangun rumah. Kain ini menjadi bentuk apresiasi atas keberhasilan dan kerja keras yang tak ternilai harganya. Tak hanya itu, kain ulos ini juga diberikan saat acara selamatan kehamilan yang memasuki bulan ketujuh. Harapannya saat anak itu lahir, akan disusul pula dengan kelahiran anak-anak selanjutnya. (psr)

Baca Juga:

Perbedaan Kain Batik dengan Kain Bermotif Batik

LAINNYA DARI MERAH PUTIH
Para Wisatawan yang Ingin ke Taman Safari Disarankan Beli Tiket Online
Travel
Para Wisatawan yang Ingin ke Taman Safari Disarankan Beli Tiket Online

Bagi kamu yang ingin mengunjungi Taman Safari Indonesia, disarankan untuk membeli tiket secara online

Persiapan Matang di Bandara Aman
Travel
Persiapan Matang di Bandara Aman

Libur sekarang perbatasan sudah dibuka.

Satta, Anggota Termuda dalam Rombongan Seba Baduy
Tradisi
Satta, Anggota Termuda dalam Rombongan Seba Baduy

Seba Baduy kali ini hanya dilaksanakan 140 orang saja.

Nasi Goreng Termodifikasi Menjadi Khas Indonesia
Kuliner
Nasi Goreng Termodifikasi Menjadi Khas Indonesia

Menurut sejarah nasi goreng merupakan kulturisasi dengan Tionghoa.

Nuansa Jawa Klasik di Resepsi Pernikahan Ketua MK dan Adik Jokowi
Tradisi
Nuansa Jawa Klasik di Resepsi Pernikahan Ketua MK dan Adik Jokowi

Konsep pernikahan Jawa klasik sengaja dipilih untuk pernikahan ini.

Canggu dan Ubud, Spot Terbaik Bali untuk WFA
Travel
Canggu dan Ubud, Spot Terbaik Bali untuk WFA

Canggu dan Ubud memiliki banyak kelebihan yang cocok digunakan sebagai tempat WFA.

Aktivitas Pariwisata Indonesia Berangsur Pulih
Travel
Aktivitas Pariwisata Indonesia Berangsur Pulih

Pelancong Indonesia kembali melakukan perjalanan wisata.

Arat Sabulungan,Sistem  Kepercayaan Suku Mentawai yang Hampir Hilang
Tradisi
Arat Sabulungan,Sistem Kepercayaan Suku Mentawai yang Hampir Hilang

Agama yang tentunya asing bagi penduduk Mentawai.

3 Hal yang Tak Boleh Dilewatkan Ketika Imlek
Tradisi
3 Hal yang Tak Boleh Dilewatkan Ketika Imlek

Imlek juga identik dengan berbagai tradisi unik yang jarang ditemukan pada hari-hari biasa.

Keberadaan Desa Trunyan Bali di Era Modern
Travel
Keberadaan Desa Trunyan Bali di Era Modern

Jumlah jenazah yang ditaruh di bawah pohon Taru Menyan tidak boleh lebih dari sebelas orang.