Warga +62 Bicara Kangen

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 01 April 2022
Warga +62 Bicara Kangen
Ilustrari kangen mudik Lebaran 2022. (MP/Fikri)

JALAN Matraman Raya tak lagi temaram pada sepertiga malam jelang Ramadan. Iringan bocah mengusung obor berwadah botol beling bekas minuman berenergi membuat sudut-sudut jalan makin terang sehingga menyapu pandang orang-orang menyemut di bahu jalan.

Mereka bukan sedang menunggu transportasi umum datang menjemput apalagi mengantre minyak goreng, tetapi ikut semarak menyaksikan pawai obor nan di awal pandemi sempat menghilang.

Tak cuma terang, jalanan nan dinukil jadi judul lagu dan album The Upstairs tersebut, tambah meriah kala penonton ikut berselawat meski mulut tertutup masker, bahkan makin seru disambut deru kendaraan bercampur suara pendamping pawai saat sibuk mengatur barisan terluar.

Warga Matraman menyambut suka cita pawai obor bukan tanpa sebab. Mereka sadar Ramadan segera tiba. Biasanya, terutama di bulan Ramadan sebelum pandemi, jalan penghubung Salemba dan Bekasi Barat tersebut akan berubah wajah.

Selama Ramadan, lalu lintas sepanjang Matraman Raya terutama sore hari akan tambah padat lantaran laju kendaraan tersendat akibat menjamurnya penjaja makanan berbuka atau takjil. Segala jajanan tradisional khas pelbagai daerah sampai jajanan musiman macam es kepal milo tersaji lengkap.

Lapak pedagang jajanan dadakan tersebut berdampingan dengan penjual petasan musiman, penjual helm, penjual barang rongsok, penjual hewan, penjual ponsel bekas, dan malam hari lapak berganti dengan penjual pil biru.

Malam hari, khususnya era 2000-an ke belakang, jalan Matraman Raya selama Ramadan tak pernah tidur. Para penggemar balap roda dua akan beradu kecepatan sampai Subuh atau bisa lebih cepat saat dibubarkan tentara. Belum lagi bunyi tiang listrik bertalu tambah sering terdengar tanda dua kubu dipisah jalan tersebut adu nyali. Sementara, di sekitar bekas Markas tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) lagu Dangdut mengalun deras ditingkahi goyangan biduan. Sementara di sudut lain sayup-sayup terdengar suara dadu beradu.

Tentu saja era 2000-an ke belakang sudah sirna. Wajah Matraman kini jauh lebih tercerahkan. Namun, Matraman sempat 'tertidur' selagi Ramadan pada tahun pertama pandemi. Kemeriahan, kehangatan, dan kedinamisan bulan syahrul maghfirah tak tampak di ruang terbuka. Bahkan di jalan lebih sering ambulance mondar-mandir daripada pasukan pencari takjil.

Suasana tersebut sudah pasti terjadi di daerah lain di Indonesia, juga dunia. Jangankan pawai obor, ziarah, cari takjil, ngabuburit, dan kebiasaan khas Ramadan lainnya, ingin salat lima waktu, tarawih, itikaf di masjid saja tak bisa karena pembatasan sosial akibat penyebaran COVID-19.

Sangat berat bagi umat muslim melihat pintu masjid terkunci selama Ramadan. Masjid biasanya ramai hingga malam sampai pagi, ketika Ramadan dua tahun belakangan bahkan karpetnya saja musti digulung karena harus beribadah di rumah masing-masing. Dua tahun Ramadan di masa pandemi dilalui dengan segala keterbatasan.

Sudah pasti rasa kangen ingin buka bersama (bukber) puasa di tempat umum, sahur bersama, itikaf, tarawih di masjid, ngabuburit ramai-ramai, pawai obor, ikut rombongan menggugah sahur, takbir keliling, mudik, dan segala tradisi Ramadan di ruang terbuka berharap bisa segera dilakukan pada pelaksanaan puasa 1443 Hijriah.

Di bulan April, bertepatan dengan bulan suci Ramadan, Merahputih menghadirkan tema Warga +62 Bicara Kangen. Dua tahun melaksanakan ibadah Ramadan harus berjarak dari rumah masing-masing membuat umat muslim Tanah Air begitu kangen dengan tradisi maupun kebiasaan unik dan khas Warga +62 di bulan Ramadan.

Meski pandemi belum berakhir, semangat Ramadan tahun 2022 terasa berbeda. Survey Jakpat bertajuk Welcoming Ramadan 2022 menunjukan 1095 responden sudah tak lagi antusias membahas topik COVID-19 selama Ramadan.

Urutan tertinggi sebanyak 61 persen pencarian orang lebih tertarik mencari topik tentang keagamaan, lalu 53 persen menelisik topik kuliner, dan 44 persen info mudik. Data survei pada 23-24 Februari 2022 tersebut bahkan menyebut enam dari sepuluh orang atau skor 3,84 dari skala 5,00 bersedia melakukan buka bersama pada Ramadan 2022.

Pertimbangan tempat, penerapan protokol kesehatan, dan waktu menjadi tiga teratas aspek penting kesediaan orang berbuka puasa bersama. Dari ketiga aspek, maka angka tertinggi sebanyak 75 persen memilih rumah pribadi sebagai tempat berbuka paling ideal, kemudian restoran 59 persen, dan masjid 58 persen.

Di ujung puasa, keinginan mudik atau pulang kampung menempati posisi puncak sebanyak 41 persen, diikuti rencana mengunjungi sanak saudara di satu kota berada di angka 38 persen. Bahkan, moda transportasi paling favorit digunakan untuk mudik dengan raihan 54 persen jatuh pada mobil pribadi, lalu 20 persen bus, 12 persen kereta api, tujuh persen pesawat, enam persen sepeda motor, dan satu persen kapal laut.

Sama seperti jalur mudik, jalan Matraman pun padat bahkan macet pada beberapa titik saat Lebaran hari pertama dan kedua. Namun, esok, jalanan berubah sepi malah bisa digunakan bermain bola plastik. Di pinggir jalan saja, tak tampak gerobak penjual makanan biasanya ramai menawarkan aneka cemilan sampai makanan berat. Matraman, juga pelabagai daerah di Jakarta, selama seminggu berubah jadi sepi ditinggal penduduknya mudik.

Selama dua periode Lebaran, sosok ayah di kaleng biskuit tak pernah hadir di meja makan karena takut menjadi mata rantai penyebaran virus bagi keluarganya. Namun, pada Lebaran nanti sang ibu dan dua anak sudah kangen tak tertahan meminta sang ayah pulang merayakan Lebaran bersama seperti keluarga pada umumnya. Lagipula, tak ada alasan bagi sang ayah menambah jadi tiga periode tak pulang karena sudah beroleh vaksin booster serta pandemi kini sudah semakin kondusif. RAMADAN SEPI MASA PANDEMI CUKUP DUA PERIODE! (*)

#April Tematik +62 Bicara Kangen
Bagikan
Bagikan