Warga +62 Banjir Berkah

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Selasa, 01 November 2022
Warga +62 Banjir Berkah
Ilustrasi Warga +62 Banjir Berkah. (Foto: MP/Fauzan)

"Rain, rain. Go away. Come again some other day". Potongan lirik lagu Rain Rain Go Away jadi mantra paling ideal dilagukan saat turun hujan tetapi harus berkegiatan di luar ruang. Namun, jika di 'other day' hujan turun lagi apakah lagu nan merupakan darah daging sajak anak di Eropa tersebut akan dinyanyikan kembali? Lantas, hujannya maunya di hari apa sih?

Mau hujan turun di hari apa pun tiap orang sepertinya akan selalu punya intensi berbeda-beda. Bahkan, hujan turun di Jakarta lalu air menggenang atau banjir saja satu Indonesia bisa ikut kena imbas ketika jadi komoditas politik. Orang akan meributkan sosok-sosok nan dianggap bertanggung jawab terhadap genangan atau banjir di Ibukota. Padahal, mau hujan atau enggak, keributan antara kedua tim sorak kedua tokoh nan dianggap berbeda kutub politik tersebut selalu punya bahan untuk berseteru di sosial media.

Di luar komoditas politik, hujan selalu jadi bahan bakar untuk mengumpat keras karena janji bertemu jadi batal, acara akhirnya tertunda karena lokasi diguyur hujan, sampai bisa-bisanya ingat mantan beserta kenangannya. Jangan syedih, sebab ada banget kok orang terstimulasi kenangan bersama mantan di kala hujan turun.

Mungkin, hujan mengingatkannya di saat masa indah baru pacaran seminggu di awal satu payung berdua jalan ke halte Transjakarta sambil kakinya terpercik air hujan, berdekatan berhimpit, lalu saling murah senyum. Siapa kayak gini, ngacung? So sweet banget enggak sih. Jelas manis banget, sampai akhirnya hubungan mereka berakhir dengan tidak baik-baik saja, lantas tiap hujan kenangan tersebut kembali bangun dari kubur. Ibarat, hujan di Jakarta tapi kok pipi orang Tangerang basah.

Kenangan memang sulit terhapus. Tiap kali hujan, tiap kali pula sesudahnya kelopak mata membengkak. Terkadang, sampai si empunya kenangan berharap agar kalau boleh memori tersebut ikut hanyut terbawa arus deras banjir. Kemungkinan kenangan terhapus memang ada tetapi cukup mustahil menafikan hujan sebab Indonesia punya iklim tropis.

Lagian, sulit jika selalu ingin mengikuti keinginan jika berkait cuaca. Dari sekian banyak upaya, secara garis besar manusia di Indonesia mendekati cuaca dengan dua cara; melalui sains dan kultural. Dari segi sains, tercatat seorang Kepala Rumah Sakit di Buitenzorg (Bogor, kini) pada tahun 1841 berusaha melakukan pengamatan cuaca demi kepentingan kesehatan sesuai dengan ranah kerjanya.

Dari pengamatan secara perorangan, pada 1866 pemerintah Hindia Belanda meresmikan Manetisch en Meteorologisch Observatorium (MMO) atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dengan tugas pengamatan cuaca dan melakukan pengamatan magnetik (geofisika). Pengamatan cuaca tujuannya untuk keperluan pertanian dan perkebunan, sementara pengamatan magnetik demi kepentingan koreksi navigasi pelayaran dan penerbangan.

Pada 1879, ditambah satu tugas lagi MMO untuk pengamatan penakar hujan dan pengamatan gempa bumi. Selanjutnya, badan nan sekarang menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus melanjutkan kerjanya bahkan selalu aktual mengabarkan prakiraan cuaca di seluruh daerah hingga dunia.

Di lain sisi, pendekatan Warga +62 terhadap cuaca acap terjadi melalui aspek kultural. Hujan selalu identik dengan kesuburan. Tiap musim kemarau berkepanjangan, masyarakat terutama bercorak agraris akan melangsungkan ritual meminta kepada Empunya Jagat memohon turunnya hujan. Prosesi adat tersebut bisa ditemukan di pelbagai ranah kultural di banyak daerah di Nusantara.

Dari pelbagai ritual memohon hujan tersebut senantiasa menyangkut kesuburan sebab air nan datang dari langsung tersebut sejatinya berkah bagia alam raya termasuk manusia di dalamnya. Hujan memang sebenar-benarnya berkah. Di bulan November 2022, ketika musim penghujan tiba, Merahputih.com mengusung tema WARGA +62 BANJIR BERKAH. Tema tersebut dipilih karena secara musim memang sedang masuk penghujan lalu terjadi banjir di beberapa titik pada minggu lalu, tetapi di sisi berbeda, juga sedang banjir berkah dengan beragam festival musik, kuliner, fesyen, kriya, produk kecantikan, hingga hobi lainnya.

Banjir ternyata enggak melulu buruk. Sebab, siapa sih di antara kamu enggak mau kebagian banjir berkah. Di tengah ancaman resesi global tak sedikit orang berharap kebajiran berkah meski mungkin bukan melulu soal uang. Bisa saja berkah kesehatan, umur panjang, keselamatan, dan kewarasan.

Sepanjang bulan November 2022, Merahputih.com akan menyajikan beragam artikel tentang segala hal unik berkait banjir berkah nan selalu ada di ini kehidupan Warga +62. Semisal, mungkin ketika hujan orang selalu kesal karena takut basah tetapi malah jadi berkah buat ojek payung. Bahkan, ketika jalan banjir pun, di saat pengendara sebal karena tak bisa melintas, justru jasa sebrang pakai gerobak beroleh berkah. (*)

#November Warga +62 Banjir Berkah
Bagikan
Bagikan