Wabah Kolera Menjangkit Kota Mekkah

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 01 September 2017
Wabah Kolera Menjangkit Kota Mekkah
Sketsa gambar Mekkah berjudul "The Road to Mecca" 1672 karya Gaspar Bouttats. (British Museum)

JELANG keberangkatan kloter pertama haji tahun 2017, Menteri Kesehatan Nina F Moeloek mengingatkan kepada seluruh jamaah agar berhati-hati terhadap wabah kolera, kini tengah menjangkiti Yaman, tetangga Arab Saudi.

Kementrian Kesehatan tak lupa memberi edukasi terhadap calon jamaah haji, untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir, mencuci buah sebelum dimakan, dan menghindari makanan mentah.

Kekhawatiran Menkes memang berdasar. Menurut data organisasi kesehatan dunia WHO, terdapat 362.000 kasus kolera, dan sebanyak 1.187 meninggal dunia. Di Yaman, setiap hari terdapat 5.000 kasus baru kolera.

Kolera memang telah menjadi ancaman serius jamaah haji, baik masa kini dan masa lalu. Menengok 152 tahun silam, kolera bahkan telah menjadi wabah besar di kota Mekkah. Sejarawan Iowa State University, Michael Christopher Low, peminat kajian kesultanan Ottoman, pada “Epire and the Hajj: Pilgrims, Plagues, adn Pan-Islam under British Surveillance, 1865-1908”, mencatat jumlah korban kolera di seluruh Hijaz mencapai 15.000 jiwa dan di Mesir memakan korban 60.000 jiwa.

Penderita kolera berciri diare dan mengalami dehidrasi akut. Wabah kolera di Mekkah menurut Henry Chambert Loir, pada Naik Haji di Masa Silam; Kisah-Kisah Orang Indonesia Naik Haji 1482-1964, menjelaskan bahwa wabah kolera disebabkan karena bangkai-bangkai hewan kurban dibiarkan membusuk.

Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, seorang ulama Malaka, menjadi saksi keganasan kolera menjangkit kota Mekkah. Bersamsa Syekh Haji Adam, Abdullah pergi menggunakan unta menuju Mekkah pada 10 Mei 1854. Dia mendapati para jemaah menderita sakit kolera. “Matilah ia di sana (Mekkah) kata orang kena penyakit ta`un,” tulis HC Klinkert pada “Verhaal eener pelgrimsreis van Singapoera naa Mekah, door Abdoellah bin Abdil Kadir Moensji, gedaan in het jaar 1854,” BKI 1867.Kata ta`un pada bahasa Arab menunjukan penyakit sejenis kolera.

Lantaran kolera semakin ganas, otoritas di Mekkah lantas melembagakan karantina. Suaka karantinan pertama dibangun di pulau Abu Sa`ad dekat Suez pada tahun 1831, kemudian ditutup pada 1881, diganti dengan pulau Kamaran di selatan Jeddah.

Lokasi karantina terakhir, menurut Snouck Hurgronje kemudian menjadi laporan resmi pada dikutip Mekka in the Latter Part of the 19th Century, memiliki tujuan untuk memeras jamaah haji. Snouck memang berkali-kali mengecam lembaga karantina di tanah suci.

Mulai tahun 1903, karantina lantas dikelola bersama, meliputi Turki, dan tiga negara kolonial; Inggris, Perancis, dan Belanda. (*)

#Sejarah Haji #Wabah Kolera #Sejarah Indonesia
Bagikan
Bagikan