MerahPutih.com - Prasasti sejarah Vihara Dharma Jaya Toasebio yang terletak di Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, menyajikan informasi sejarah Kelenteng yang sudah berusia 271 tahun.
Kementerian Agama telah menetapkan Vihara Petak Sembilan ini sebagai bagian peninggalan sejarah usai pemasangan dan penandatanganan prasasti yang dipajang pada bagian dalam bangunan.
Baca Juga:
Tak Hanya Sandiaga, Anies Juga Kunjungi Vihara Petak Sembilan
Peresmian ditandai pembukaan selubung kain berwarna merah dilaksanakan oleh Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo dan Ketua Yayasan Vihara Dharma Jaya Toasebio, Arifin Tanzil pada Sabtu.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menandatangani prasasti bersejarah tersebut di Kantor Kementerian Agama RI Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat pada 12 Mei lalu.
Kelenteng Toasebio sudah berdiri sejak dibangun kembali pada 1751 dan saat ini sudah berusia 271 tahun.
Pada kesempatan itu, Wibowo Prasetyo menyampaikan apresiasi atas upaya Yayasan Vihara Dharma Jaya Toasebio membangun prasasti sebagai wujud bakti kepada para pendahulu.
Selain itu, juga sebagai edukasi kepada generasi penerus saat ini untuk dapat mengingat jasa dan budi baik yang dilakukan oleh para sesepuh pada masa sebelumnya, sekaligus memberikan penghormatan kepada para pendiri yayasan atas dedikasinya selama ini.
Vihara ini didirikan sembilan orang, yakni Ferdinand Kencana Jaya, Husin Buntara Sjarifudin, Husen Buntara Sjarifudin, Agustinawati, Rachman Santosa, Lauw Kiong Hoa, Wong Sem Fie, Harjanto, dan Mujadin Pangestu.
Baca Juga:
Datangi Vihara Petak Sembilan, Sandiaga Diterima Hangat Dewan Penasihat Dharma Bhakti
"Penghormatan yang tinggi kepada sembilan pendiri pada tahun 1983 secara bersama-sama mendirikan Yayasan Wihara Dharma Jaya Toasebio yang berkembang hingga saat ini," kata Wibowo.
Lebih jauh, Wibowo mengatakan prasasti ini juga akan menjadi sarana mengingatkan pentingnya peduli dan mengerti sejarah, catatan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang.
"Generasi sebelumnya membangun jalan yang akan dilalui oleh generasi yang akan datang," tutur Wibowo mengutip pepatah bijak.
Kelenteng ini dibangun lagi mulai tahun 1751 dan pada tahun 1754 difungsikan sebagai tempat ibadah orang Tionghoa di Batavia.
Kelenteng ini sempat dihanguskan pemerintah Hindia Belanda karena berkaitan dengan oknum yang terlibat dalam tragedi Kali Angke dan Geger Pecinan.
Dalam rangka memperjelas sejarah maka dibuatlah prasasti sejarah kelenteng, agar diketahui masyarakat dan wisatawan mancanegara. (*)
Baca Juga:
Di Bawah Terik Matahari, Ratusan Pengemis Padati Vihara Petak Sembilan