Uraian Nagarakrtagama Tentang Pusat Kota Majapahit

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Selasa, 26 September 2017
Uraian Nagarakrtagama Tentang Pusat Kota Majapahit
Trowulan. (waktuku.com)

KAKAWIN Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca (1365 M) memberi tentang data bangunan, pusat kota, dan keraton Majapahit saat mencapai puncak kejayaan di masa Hayam Wuruk.

Nagarakrtagama pada pupuh 8-12, menguraikan tentang pusat kota Majapahit bertumpu pada Cathuspata atau perempatan jala utama di keempat mata angin terdapat beberapa banguan penting. Cathuspata terjadi akibat perpotongan jalan membentang dari arah utara-selatan dan timur-barat. Jalan tersebut kerap dilalui sang raja, Hayam Wuruk, saat keluar dari istana.

“Jalan itu disebut dalam Nagarakrtagama dengan Rajamarga (jalan sang raja),” ungkap Prof . Agus Aris Munandar, Arkeolog UI, pada "Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara", rangkaian Festival Naskah Nusantara III, Surakarta, 25-29 September 2017.

Di arah timur laut perempatan jalan utama terdapat 3 bangunan candi pemujaan untuk ritual agama Buddha, Hindu-Saiwa (mengutamakan pemujaan terhadap Siwa), dan Hindu-Waisnawa (mengutamakan pemujaan terhadap Wisnu). Dari arah tersebut pula tersua pasar nan ramai dikunjungi penduduk Majapahit karena dekat dengan perumahan penduduk.

Di arah tenggara cathuspata terdapat perumahan penduduk (pomahan) Majapahit, menurut Agus Munandar, kemungkinan berasal dari kalangan kaum ksatrya, bangsawan masih berkerabatan dengan keluarga istana.

Seberangan jalan perumahan tersebut, atau arah barat daya Cathuspata, nampak istana raja dengan dikelilingi tembok bata tinggi dan tebal. “Di dalam istana itulah Hayam Wuruk dan keluarganya bersemayam,” ungkap Agus Aris Munandar.

Di bagian belakang istana terdapat dua gugusan bangunan rumah atau pakuwon dari dua pejabat tinggi di bidang keagamaan, maka disebut Pakuwon Dharmmadyaksa Kasaiwan dan Dharmmadyaksa Kaboddhan.

Di depan kompleks istana arah utara, tepat di seberang jalan bentang timur-barat, terdapat tanah lapang luas disebut wanguntur.

Wanguntur, menurut Agus Munandar, pada masa Majapahit sama dengan alun-alun beberapa kota di Jawa nan masih bisa dijumpai hingga saat ini, seperti alun-alun di depan kantor kabupaten, atau keraton Yogyakarta, Surakarta, dan Kasepuhan Cirebon.

Sementara, di tepi wanguntur tersua bangunan disebut witana. Di tempat itulah, lanjut Agus Munandar, sang raja duduk untuk menyaksikan ketika diadakan kegiatan di alun-alun. “Sangat mungkin merupakan panggung terbuat dari kayu, bambu, dan atap dari anyaman ijuk,” ungkapnya.

Pada tepi wanguntur, bersebrangan dengan witana, terdapat deretan bangunan bale panangkilan, tempat para pejabat tinggi kerajaan, para menteri, dan aryya duduk untuk menyaksikan berbagai kegiatan di wanguntur bersama raja. (*)

#Sejarah Majapahit #Majapahit #Nagarakrtagama
Bagikan
Bagikan