Merahputih.com - Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (TR) terkait penindakan tegas terhadap polisi yang melakukan kekerasan berlebihan menuai apresiasi.
Keluarnya TR Kapolri tersebut menunjukkan komitmen Jenderal Sigit yang ingin membentuk Polri lebih humanis. Hal ini sebagaimana dokumen fit and proper test yang diserahkan kepada Listyo kepada DPR sebelum jadi Kapolri.
"Itu kemudian oleh Pak Sigit dituangkan, tidak hanya berhenti pada dokumen fit and proper test yang disampaikan beliau kepada kami di Komisi III, tetapi juga pada berbagai kebijakan," jelas Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani kepada wartawan, Selasa (19/10).
Baca Juga
Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Serbuan Vaksinasi di Jawa Timur
Arsul mengatakan, TR itu juga merupakan respon baik dari Kapolri terkait kondisi Korps Bhayangkara. Dia menilai Polri saat ini lebih baik lantaran mendengarkan kritik dan tidak self-defense atas pelanggaran yang terjadi di internal.
"Apalagi tradisi zaman dulu-dulu itu cenderung ada sifat self defense, sifat apology, ini saya kira responnya bagus lah," ungkapnya.

Arsul menganggap wajar ketika TR Kapolri justru keluar setelah banyak kejadian di internal Polrii. Dia menyampaikan, kultur hukum di berbagai institusi Indonesia memang biasa 'ketinggalan kereta'.
"Ya kalau pertanyaannya itu selalu kenapa sih kok harus menunggu sekian kejadian dulu," tutur Arsul.
Ia pun mencontohkan sejumlah kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir.
Baca Juga
Seperti kasus penembakan KM 50, aksi membanting mahasiswa yang melakukan unjuk rasa di Tigaraksa, Tangerang, serta dugaan pelecehan seksual oleh seorang kapolsek di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Pimpinan Polri harus tegaskan setiap pelanggaran anggota Polri. Apakah ada unsur pelanggaran hukum atau memenuhi rumusan pasal pidana. "Tidak boleh berhenti hanya sebagai kasus etik saja," ujar Arsul. (Knu)