Unjuk Gigi, Rendang Jadi Makanan Terlezat Dunia
RENDANG daging makin tersohor di luar negeri. Setelah ditabalkan selama delapan kali berturut pada World's 50 Most Delicious Foods versi CNN International, pemerintah mulai menggencarkan promosi rendang ke mancanegara.
Baca juga:
Cuma Ada Telur? Tenang, 3 Resep Kekinian Ini Bisa Dicoba di Rumah
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno mecanangkan Rendang Goes to Europe sebagai upaya mengenalkan secara lebih mendalam rendang pada warga Eropa.
Bahkan, chef kebangsaan Inggris Gordon Ramsey mampir ke tanah Minang khusus belajar dan memasak rendang dipandu William Wongso. Saat mempelajari masakan khas Minang tersebut, Ramsay mengaku ingin menjadikan rendang sebagai salah satu menu unggulan di restorannya.
Kemunculan rendang dalam budaya kuliner Minang amat terkait dengan perdagangan dengan negeri luar. Gusti Asnan dalam buku Dunia Maritim Pantai Barat Sumtra menyebut pantai barat Sumatra memiliki sejumlah pusat jaringan perniagaan.
Jaringan perdagangan dari Barus, Malaka, hingga Aceh Darussalam memperkaya pengetahuan orang Minang terhadap pengolahan bumbu dan rempah untuk memasak. Menurut Gusti Asnan, rendang daging telah dikenal bahkan lebih tua ketimbang Hikayat Amir Hamzah atau periode kebangkitan Islam.
Baca juga:
Rui de Brito, seorang penjelajah Portugis, pada 1514, mencatat Raja Malaka pernah menyinggung rendang dibawa saudagar Minang saat berdagang jauh ke luar negeri. 'Daging dihanguskan', demikian deskripsi De Brito.
Pada abad ke-18, seorang pegawai Kongsi Dagang Inggris, William Marsden, menulis The History of Sumatera di dalamnya menyebutkan sajian daging dimasak dengan cara membuat kari ala India disebut gulai.
Dalam eksplorasi orang Minang, seturut catatan Marsden, kari bening kemudian diberi tambahan santan pekat dicampur bumbu kari, seperti cabai, kunyit, serai, kapulaga, dan bawang putih. Semua bahan itu persis seperti cara pengolahan rendang. Marsden kemudian menyebut olahan daging itu sebagai dendeng meski semestinya rendang.
Penggambaran De Brito dan Marsden tentang rendang di kala itu nyaris benar. De Brito hanya keliru menyebut rendang sebagai daging dihanguskan. Di lain hal, Marsden mengira daging kering itu diolah dengan cara dijemur di terik matahari.
Faktanya, seperti disebut dalam buku Payakumbuh Kota Randang terbitan Pemkot Payakumbuh, pembuatan rendang atau marandang dilakukan dengan menghilangkan kadungan air dengan memasak hingga berwarna kehitaman, tapi tidak hangus atau gosong.
Saat marandang, ada tiga proses masak. Pertama tahap gulai atau tahap awal saat santan masih berwarna kuning kemerahan dan belum kental. Jika terus dimasak, setidaknya selama empat jam, gulai akan berubah menjadi kalio atau tahap kedua dalam marandang.
Pada kalio, kandungan air sudah habis, tapi belum sepenuhnya mengering. Banyak orang menyebut kalio sebagai rendang. Padahal, rendang sesungguhnya dihasilkan pada tahap ketiga dengan memasak kalio di api kecil hingga benar-benar kering. Hasilnya ialah rendang berwarna hitam.
Dengan kekayaan sejarah, bahan, cara pengolahan, dan rasa tak mengherankan kala rendang berhasil unjuk gigi sebagai salah satu makan terlezat di dunia. (Mrf)
Baca Juga: