Sains

UNDP dan UNEP Ajak Masyarakat Jaga Ekosistem Laut

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Rabu, 09 Juni 2021
UNDP dan UNEP Ajak Masyarakat Jaga Ekosistem Laut
Ekosistem laut perlu dijaga. (Foto: Unsplash/frank mckenna)

HARI Kelautan Sedunia merupakan momentum tepat untuk memperkuat upaya masyarakat menjaga ekosistem laut Indonesia yang terancam kelestariannya. Perbuatan manusia dan perubahan iklim yang membuat laut menjadi tidak terawat.

Demikian salah salah satu rangkuman dari acara webinar “Hutan, Gambut, dan Laut Kita” yang diselenggarakan pada Selasa (8/6). Webinar yang diselenggarakan UNDP dan UNEP ini bertujuan untuk memperingati Hari Kelautan Sedunia dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Baca juga:

Ayo Lestarikan 70 Persen Permukaan Bumi

Menurut Dwi Ariyoga Gautomo, selaku koordinator nasional proyek UNDP, kondisi rusak sejumlah biota laut seperti terumbu karang dapat mengancam punahnya populasi ikan besar di laut Indonesia.

"KLHK dan LIPI merilis hampir 20 persen hutan bakau dan 36 persen terumbu karang di Indonesia berada pada kondisi rusak. Ini berpengaruh pada terancamnya spesies ikan seperti hiu dan ikan pari menuju kepunahan," ungkap Dwi.

36 persen terumbu karang di Indonesia rusak. (Foto: Unsplash/Francesco Ungaro)

Nita Yuanita, selaku wakil dekan bidang akademik FTSL ITB & dosen kelompok keahlian teknik pantai, menyebutkan pentingnya solusi restorasi dengan pendekatan secara alamiah untuk melindungi ekosistem laut. "Solusi dengan pendekatan ke alam, seperti pemulihan hutan bakau untuk melindungi area pesisir terbukti lebih efisien secara finansial dan sumber daya lain," ungkap Nita.

Selain isu mengenai restorasi laut, narasumber lain seperti Johannes Kieft, spesialis teknis senior UNEP Indonesia, memaparkan mengenai upaya restorasi lahan gambut. Johannes menyebutkan dalam usaha merestorasi lahan gambut yang rusak seperti akibat kebakaran hutan, diperlukan keterlibatan masyarakat dalam praktek kearifan lokal.

Baca juga:

Segala Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Hari Laut Sedunia 2021

"Perlu timbal balik dengan ilmu pengetahuan dan penelitian yang semakin berkembang saat ini untuk mengoptimalkan solusi yang ada," kata Johannes.

Belinda Arunawati Margono, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen PTKL, Kementerian LHK, menyampaikan mengenai pentingnya data dan sistem pemantauan untuk membantu restorasi Hutan.

Menurut Belinda, pengelolaan data yang efisien dan bisa diakses dengan mudah sangat penting untuk menentukan langkah restorasi hutan yang diperlukan. "Saat ini Simontana sebagai sistem monitoring hutan nasional (NFMS – National Forestry Monitoring System) telah diakui secara luas setelah keberadaannya selama 20 tahun dengan data mengenai cakupan hutan di Indonesia yang tersimpan sejak 1990," papar Belinda.

Mengonsumsi ikan laut juga perlu diatur. (Foto: Unsplash/Sebastian Pena Lambarri)

Dalam kesempatan ini, para narasumber juga menyerukan perubahan perilaku konsumsi masyarakat Indonesia untuk perlindungan hutan dan laut.

"Dalam konsep komoditas dari laut, kuncinya adalah konsumsi secara cukup dan juga memastikan ikan yang ditangkap adalah ikan dengan usia yang dewasa, ditangkap di daerah yang berlimpah ikannya, dan dengan cara yang memastikan keberlangsungan ekosistem,” ujar Dwi.

Johannes Kieft juga mendorong masyarakat untuk mengonsumsi komoditas pangan alternatif yang lebih ramah lingkungan. “Misalnya, jika masyarakat mulai mengonsumsi lebih banyak sagu, maka petani pun akan mulai menanam pohon sagu, yang secara ekologis memiliki banyak manfaat bagi ekosistem kita dan juga bagi manusia," tutup Johannes. (ikh)

Baca juga:

30 Ton Sampah Diangkut dari Pantai Kuta

#Hewan Laut #Hari Laut Sedunia #Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.
Bagikan