MerahPutih.com - Video antrean warga di pelataran Pengadilan Agama (PA) Soreang, Kabupaten Bandung Senin (24/8) begitu mengejutkan banyak pihak. Tak lama diunggah di media sosial, video itu langsung viral. Antrean mengular lantaran orang-orang sedang menunggu giliran sidang perceraian. Ada juga yang sedang mendaftarkan gugatan dan mengambil produk pengadilan.
"Kami melaksanakan persidangan kurang lebih sekitar 246 perkara yang terdiri dari gugatan maupun permohonan," ucap Humas PA Soreang Suharja kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Fenoma tersebut seolah menunjukkan bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 ini angka perceraian meningkat drastis. Dari catatan semua satuan kerja Pengadilan Agama se-Jawa Barat, gugatan perceraian melonjak dari angka 2.734 pada Mei 2020 ke angka 12.617 pada Juni. Di Juli, angka gugatan perceraian mencapai 11.797.
Baca Juga:
Puluhan ribu kasus perceraian di Jawa Barat itu didasari oleh berbagai macam faktor. Namun yang dominan adalah faktor perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan faktor ekonomi. Menariknya rentang umur pemohon atau penggugat cerai paling banyak terjadi pada pasangan muda. Yakni berusia 31 - 40 tahun. Di daerah lain pun, angka perceraian juga menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi.

Direktorat Jenderal Badan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilag MARI) Aco Nur menduga banyak perceraian yang didasari faktor ekonomi, juga berhubungan karena pandemi Covid-19 ini. "Akibat Covid-19 banyak orang di-PHK, sehingga ekonomi nggak berjalan lebih baik. Itu membuat ibu-ibu nggak mendapat jaminan dari suaminya," ujar Aco di Jakarta, Jumat (28/8).
Nah lantas bagaimana cara agar para keluarga muda yang lain terhindar dari perceraian di masa pandemi ini? Psikolog Johannes Dicky Susilo M.Psi membeberkan beberapa jurus agar bahtera rumah tanggamu bisa melewati badai pandemi ini.
Menurut Dicky, dalam kondisi normal saja, ada banyak tantangan yang harus dihadapi para pasangan. Misalnya masalah komunikasi, pembagian tanggung jawab, kurangnya empati, egoisme, pemahaman yang salah tentang anak, kesetiaan dan lainnya. “Nah, begitu pandemi ini datang, permasalahan keluarga jadi makin berat,” ujarnya dalam webinar bertema Keluarga dalam Era New Normal belum lama ini.
Baca Juga:
“Kalau sebelum pandemi, suami yang setres akan ‘melarikan diri’ ke kantor, ke tempat gym. Sedangkan istri ke mall, ke tempat perawatan tubuh dan klinik kecantikan. Tapi ketika ada pandemi semua tempat itu tutup,” imbuh dosen Unika Widya Mandala Surabaya itu.
Saat semua pergerakan dibatasi, mau tidak mau mereka menghabiskan banyak waktu di rumah. Menghibur diri dengan main game, nonton drakor, Netflix dan lainnya. “Tapi kegiatan-kegiatan itu tidak lantas bisa menghilangkan masalah. Yang ada malah menambah masalah. Bahkan berujung pada kekerasan rumah tangga,” ujar Dicky.
1. Bersyukur saja

Menurut Dicky, di masa pandemi ini para pasangan harus setidaknya harus bersyukur dan bisa memanfaatkannya. “Anggap saja dengan pandemi ini kita diberi waktu lagi untuk fokus kepada keluarga. Waktu bersama pasangan dan anak-anak menjadi lebih banyak walau pun memiliki kegiatan masing-masing,” kata suami Irene Ongniputri itu.
2 Renungkan kembali dasar atau tujuan berkeluarga

Masa pandemi, lanjut Dicky, juga bisa dimanfaatkan pasangan untuk kembali menerungkan dasar tujuan mereka membentuk keluarga. Dengan kembali mengingat kembali dasar tujuan berkeluarga, itu bisa bisa memperkuat fondasi rumah tangga mereka. “Fondasi utama dalam keluarga adalah pasangan suami-istri. Bila fondasi ini goyah makan keutuhan keluarga akan menjadi terancam,” kata dia.
3. Mau bersama menanggung beban

Tak dimungkiri bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu utama perceraian di masa pandemi. Banyak karyawan yang dirumahkan atau di-PHK membuat kondisi keuangan di rumah limbung. Dapur susah ngebul. Nah disinilah dibutuhkan sikap-sikap saling memahami antar pasangan.
Baca Juga:
Bahkan menurut Dicky saling pengertian antar pasangan untuk bersama-sama menanggung beban juga sangat diperlukan. Misalnya bersama membangun bisnis kecil-kecilan dari rumah. Selain itu, saling memafkan dan komunikasi yang efektif juga diperlukan. “Yang terakhir, kurangi pencarian informasi negatif tentang Covid-19,” tutup Dicky. (*)