Mengenal Tradisi Pukul Sapu di Maluku

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Minggu, 18 Juni 2017
Mengenal Tradisi Pukul Sapu di Maluku
Tradisi pukul sapu dilakukan dalam dua kelompok yang masing-masing beranggotakan 20 orang. (Foto: pukulsapu.blogspot)

Indonesia kaya akan tradisi. Bahkan beberapa tradisi di Tanah Air juga ada yang unik dan menegangkan. Seperti tradisi satu ini yang berasal dari daerah Maluku, Ambon.

Adalah tradisi pukul sapu, yang biasa dilakukan warga Maluku Tengah. Tradisi ini biasanya dipentaskan di Desa Morella dan Mamala, Maluku Tengah. Pukul Sapu berlangsung setiap 7 syawal dan berlangsung sejak abad 18.

Penciptanya ialah seorang tokoh Islam yang berasal dari Maluku, Imam Tuni. Perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid pada 7 syawal menjadi alasan dilakukannya tradisi ini. Tak hanya itu, tradisi ini memiliki makna sejarah saat penjajahan Portugis dan VOC di Maluku.

Kala itu pasukan Telukabessy kalah bertempur saat mempertahankan Benteng Kapapaha. Untuk menandai kekalahan itu, pasukan Telukabessy saling mencambuk hingga berdarah menggunakan lidi.

(Foto: indonesia-ragambudaya.blogspot)

Seperti namanya, tradisi Pukul Sapu atau Pukul Menyapu dilakukan oleh sekelompok pemuda dengan saling mencambuk hingga berdarah. Tradisi ini dibagi dalam 2 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 20 orang. Dengan bertelanjang dada, mereka hanya menggunakan celana dengan warna berbeda, merah dan putih.

Sebagai aba-aba dimulainya tradisi tersebut, suara suling akan ditiup. Setelah itu, barulah mereka saling memukul hingga darah berceceran. Alat pukul yang digunakan merupakan sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh menerima pukulan dari dada hingga perut.

Jika berbicara dari segi keamanan, para pemuda yang melakukan tradisi ini hanya menggunakan tutup kepala yang melindungi telinga mereka. Tutup kepala tersebut dipakai agar telinga terhindar dari pukulan.

Meskipun tradisi ini telihat begitu "keras", para pemuda yang ikut berpartisipasi memandang tradisi ini sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan. Setelah tradisi ini usai dilakukan, para peserta akan mengobati luka menggunakan getah pohon jarak atau menggunakan minyak tasala. Kedua ramuan tradisional itu dianggap mujarab untuk mengobati luka memar.

Ingin melihat langsung tradisi ini? Anda bisa pergi ke Desa Mamala dan Desa Morella pada tanggal 7 Syawal nanti.

Baca juga artikel tentang Semana Santa, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Portugis di Larantuka

#Tradisi Unik #Maluku #Wisata Maluku
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.
Bagikan