HARGA Bitcoin jatuh di bawah USD40 ribu atau sekitar Rp575,3 juta per 1 BTC pada Rabu (19/5) untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan. Hal ini terjadi setelah bank sentral Tiongkok, People’s Bank of China (PBOC) yang menekankan mata uang digital tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
“Kemarin malam, PBOC mengeluarkan peringatan tentang rebound dalam spekulasi mata uang virtual. Tiongkok mengumumkan bahwa lembaga keuangan dan pembayaran dilarang menetapkan harga atau menjalankan bisnis dalam mata uang virtual,” kata Jeffrey Halley, analis pasar senior di Oanda mengutip laman MarketWatch.
Mengutip laman Reuters, pernyataan PBOC tersebut membuat harga Bitcoin merosot hingga lebih dari 10 persen dan memberikan pukulan lain segera setelah dihantam oleh komentar Elon Musk dan perusahaan mobil listriknya, Tesla. Harga Bitcoin juga sempat anjlok hingga 7,3 persen pada USD40.139 atau sekitar Rp577,1 juta pada perdagangan di Asia.
Baca juga:

Penurunan Bitcoin pun berdampak pada aset kripto lainnya, seperti Ethereum yang merosot sebanyak 28 persen pada Rabu (19/5) menjadi USD2.426 atau sekitar Rp34,8 juta. Turunnya Ether juga membawa kerugian dalam seminggu sejak mencapai rekor tertinggi pada 12 Mei menjadi 40 persen.
Perdagangan aset kripto juga sudah dilarang di Tiongkok sejak 2019 lalu untuk mencegah pencucian uang. Mereka juga mencoba menghentikan orang-orang untuk memindahkan uang tunai ke luar negeri.
Berdasarkan akun resmi WeChat POBC, mata uang virtual tidak seharusnya dan tidak dapat digunakan pada pasar karena tidak riil. PBOC juga tidak memperbolehkan lembaga pembayaran dan finansial untuk mematok harga pelayanan menggunakan aset virtual.
Baca juga:
Bitcoin Kembali ke Level Tertinggi, Tembus Lebih Dari Rp800 Juta
Melansir Bloomberg, Vice Director China Development Institute, Yu Lingqu mengatakan pernyataan terbar PBOC tidak mengandung langkah-langkah regulasi baru.
“Hal ini membuat pernyataan PBOC menjadi tidak begitu kuat dan tegas,” tambah pengacara di firma hukum DeHeng, Liu Yang.
CEO of APAC di Saxo Markets, Adam Reynolds mengatakan pernyataan POBC tersebut sebenarnya bukan hal yang mengejutkan mengingat kontrol arus modal Tiongkok dapat dilawan dengan pembelian dan penjualan aset kripto ke luar negeri.
“Pelarangan penggunaan aset kripto di Tiongkok merupakan salah satu upaya untuk mengontrol arus modal. Satu-satunya mata uang digital yang dapat digunakan Tiongkok dengan kekuatan modal yang besar adalah CBDC yang mereka miliki,” tutup Reynolds. (and)
Baca juga: