Tingkatkan Ekspor Kopi dengan Program Pengembangan Produktivitas Kopi di Malang

P Suryo RP Suryo R - Kamis, 15 Juli 2021
Tingkatkan Ekspor Kopi dengan Program Pengembangan Produktivitas Kopi di Malang
Pelatihan yang diberikan kepada petani juga mendapat dukungan dari Sustainable Coffee Platform Indonesia. (Foto: Unsplash/Immo Wegmann)

KEBUTUHAN akan permintaan kopi untuk pasar luar negeri sangat tinggi. Sayangnya, supply dari petani lokal masih sangat minim yakni 10% dari total kopi yang diekspor.

Untuk meningkatkan produksi Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (Yayasan IDH) bekerja sama dengan perusahaan eksportir kopi nasional PT Asal Jaya membantu 15 ribu petani kopi di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, untuk meningkatkan produktivitas kopi.

Baca Juga:

Canda, Tawa, Hingga Cinta dari Secangkir Kopi

kopi
Petani kopi di Malang yang didorong menghasilkan kopi dengan kualitas baik. (Foto: IDH/Beawiharta)

“Pada awalnya, kami melihat sistem budidaya kopi di empat kecamatan tersebut dilakukan dengan cara konvensional karena keterbatasan ilmu pengetahuan mulai dari pengelolaan lahan, teknik memetik kopi, dan pemasaran. Masing-masing petani melakukan dengan cara yang berbeda sehingga kopi yang dihasilkan tidak maksimal dan kualitasnya tidak seragam” urai Melati, Program Manager Commodities and Intact Forest Yayasan IDH.

Pendekatan yang digunakan adalah pembangunan ekosistem terintegrasi di level kelompok petani kopi, yaitu pembentukan organisasi kelompok tani dan pelatihan serta kegiatan nyata di lapangan melalui kebun percontohan atau demo farm.

Model tersebut dapat direplikasi kelompok tani dengan mengembangkan intercropping atau sistem tumpang sari, seperti menanam vanilla, jahe, dan pisang. Termasuk ternak lebah yang menghasilkan madu dan mempercepat penyerbukan kopi, juga ternak kambing dimana limbahnya jika dicampur dengan sisa kulit kopi dapat diolah menjadi pupuk untuk menghasilkan bibit kopi berkualitas.

“Diharapkan dengan pengembangan ekosistem ini selain akan mendapatkan biji kopi yang berkualitas tinggi petani kopi juga mendapatkan penghasilan tambahan untuk menghadapi fluktuasi harga kopi dan perubahan iklim dari hasil kebun non kopi, pengelolaan pupuk dan bibit kopi, penjualan madu dan hasil ternak kambing yang dikembangkan” tuturnya.

Baca Juga:

Masih Bermanfaat, Jangan Langsung Buang Ampas Kopi

kopi
Petani kopi diberikan peningkatan kapasitas kerja yang baik. (Foto; Unsplash/Mike Kenneally)

"Rendahnya produksi kopi oleh petani kopi mendorong kami mengembangkan pertanian kopi lokal bersama dengan Yayasan IDH sehingga dapat memberikan dampak ekonomis dan keberlanjutan yang lebih baik bagi petani,” ujar Haryanto, Direktur PT Asal Jaya.

Haryanto menambahkan kerja sama dilakukan dengan sistem co-funding (pendanaan bersama) untuk model pembinaan ekosistem di perkebunan kopi.

Upaya peningkatan kapasitas petani mencakup Good Agricultural Practices (GAP) (praktik pertanian baik), Good Manufacturing Practices (GMP) (praktik manufaktur yang baik), hingga Access to Finance Practices (AFP) (akses pada praktik keuangan). Selain itu juga membentuk gabungan kelompok tani yang disebut dengan Sustainable Agriculture Business Clusters (SABC) (Kluster Bisnis Pertanian Berkelanjutan) dan melakukan kegiatan Farmer Driven Research (FDR) (demo farm pada kebun percontohan) di masing-masing kluster serta pelatihan dan sertifikasi.

Pelatihan yang diberikan kepada petani juga mendapat dukungan dari Sustainable Coffee Platform Indonesia (SCOPI) sebagai platform nasional untuk pemangku kepentingan sektor kopi di Indonesia.

Baca Juga:

Jangan Ragu Minum Kopi, Ini Manfaat Besarnya

kopi
Proyek ini berhasil membantu petani dalam menekan biaya produksi. (Foto: IDH/Beawiharta)

Untuk mengetahui sejauh mana program ini memberi manfaat bagi para Petani Kopi, lembaga riset independen AKVO mengevaluasi dampak dari projek tersebut pada petani yang dilakukan pada Oktober–November 2020. Perbandingan hasil antara studi baseline dan endline diperoleh rata-rata jumlah kilogram kopi hijau yang dihasilkan per hektar meningkat sebesar 11% dan rata-rata jumlah kilogram kopi hijau yang dihasilkan per pohon meningkat sebesar 34%.

“Yang menarik dari data ini adalah bahwa total biaya produksi rata-rata per hektar per siklus tanaman tahunan dalam survei endline lebih rendah dari baseline dan target. Artinya, proyek tersebut berhasil membantu petani dalam menekan biaya produksi,” jelas Nisa dari AKVO.

Nisa mencatat bahwa proyek ini telah memberikan kesempatan partisipasi yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam mengelola kebun kopi. Terjadi peningkatan minimal 10% masing-masing dari total 15.000 petani.

“Setelah mengikuti program dari Yayasan IDH dan PT Asal Jaya selama lima tahun, saya mendapatkan ilmu dan keterampilan tentang budidaya kopi yang baik. Kopi hijau yang dihasilkan dari kebun kopi saya saat ini mendapatkan penilaian grade A. Biaya produksinya rendah karena saya memproduksi pupuk sendiri bersama dengan anggota kelompok SABC lainnya,” ucap Yuniarti, Petani Kopi dari SABC di wilayah Ampel Gading. (avia)

Baca Juga:

Kopi Perempuan Tani, Tempat Ngopi dan Belanja Produk Petani Indonesia

#Kopi
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan