MerahPutih.com - Sejumlah pimpinan PT RUBS telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Mereka diduga melakukan penggelapan dalam jabatan mengalihkan saham milik pelapor selaku pemilik PT BL, yang bergerak dibidang usaha tambang.
Kuasa hukum PT RUBS menilai, jika penetapan kliennya sebagai tersangka sebagai upaya kriminalisasi investor pertambangan. Apalagi, pelapor juga telah dilaporkan terkait dugaan penjualan batu bara secara ilegal.
Baca Juga:
Risiko Meningkat, OPEC Menurunkan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global
Padahal, kata ia, investor yang notabene ingin meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun, mendapatkan upaya kriminalisasi.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan, penanganan suatu tindak pidana oleh aparat hukum tertama Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana.
"Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan ketidaprofesionalan dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi," ujar Fickar.
Ia mengatakan, dalam penyidikan kasus terutama terkait ekonomi, aparat diharuskan tidak serampangan dan menghindari adanya upaya kriminalisasi karena berpotensi memburuknya kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Jangan sampai Polri jadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi mencari keuntungan, sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi. Inilah yang harus dihindari, karena tidam mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN," ujarnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tanggor Sihombing menyebut penyidik Polri perlu mempertimbangkan untuk menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja.
"Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum," kata Tanggor dalam keterangannya. (*)
Baca Juga:
Erick Thohir Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,44 Persen Luar Biasa