MerahPutih.com - Tim Advokasi Novel Baswedan menyebut Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta hanya berperan sebagai tukang stempel berkas Polri. Hal itu disampaikan untuk menyikapi berkas perkara tersangka penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dinyatakan lengkap atau P21.
"Kejati DKI Jakarta hanya jadi tukang stempel berkas kepolisian," kata salah seorang anggota Tim Hukum Novel, Asfinawati, kepada wartawan, Kamis (27/2).
Baca Juga
IPW Sebut Tidak akan Ada Tersangka Baru Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Menurut Asfin, penanganan perkara Novel sejak penyidikan hingga tahap prapenuntutan di Kejati DKI Jakarta dilakukan secara tidak profesional dan tertutup. Asfin mengatakan sejak awal proses penyidikan terdapat sejumlah kejanggalan, seperti barang bukti yang hilang atau berkurang.
Ada pun barang bukti yang dimaksud antara lain cangkir dan botol yang diduga digunakan pelaku penyiraman air keras, kamera pengintai atau CCTV, data pengguna telepon dan saksi-saksi tidak seluruhnya diambil dan didengar keterangannya.
"Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan menemukan abuse of process dari penyidik Polri," imbuhnya.
Apalagi, kata Aafin, sketsa terduga pelaku yang dibuat polisi berdasarkan keterangan saksi-saksi tidak satu pun dijadikan dasar menangkap terduga pelaku. Ia menyebut penyidik Polri tidak memberikan penjelasan logis mengenai hubungan terduga pelaku dengan bukti-bukti atau keterangan saksi yang didapatkan saat periode awal penyidikan.
"Misalnya, hubungan terduka pelaku yang ditangkap dengan sketsa dan keterangan-keterangan primer saksi-saksi serta temuan Tim Satgas Gabungan Bentukan Kapolri 2019," ujar Asfin.
Tak hanya itu, pihaknya juga tidak mendapatkan penjelasan terkait penggunaan Pasal 170 KUHP (Pengeroyokan) oleh Polda Metro Jaya yang kemudian dinyatakan lengkap oleh Kejati DKI Jakarta.

Sementara, Tim, kata Asfin, melihat ada sejumlah fakta yang mengindikasikan kuat bahwa penyerangan terhadap Novel berkaitan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK dengan tujuan untuk membunuh atau melumpuhkan.
Novel, kata Asfin, telah menekankan bahwa penyiraman air keras tidak hanya melukai wajah dan matanya, tetapi juga masuk ke hidung dan mulut sehingga tidak bisa bernapas seketika dan hampir kehilangan kesadaran.
"Tim Advokasi pernah menyampaikan perihal ini dan juga secara langsung telah disampaikan lagi kepada penyidik untuk menggunakan Pasal 21 UU KPK, Pasal 340 KUHP, 351 Ayat 2/3 KUHP serta Pasal 354 KUHP, 355 KUHP," jelasnya.
Baca Juga
Polisi Gelar Rekonstruksi, Dua Tersangka Peragakan 10 Adegan Penyerangan ke Novel Baswedan
Berdasarkan hal di atas, Tim, tutur Asfin, meminta agar Kejati DKI Jakarta mengadakan proses prapenuntutan dengan memeriksa ulang keterangan saksi-saksi, bukti-bukti, serta fakta-fakta lain yang menjadi kunci pengungkapan perkara penyerangan terhadap Novel.
Selain itu, Tim Advokasi meminta Kejati DKI Jakarta meninjau ulang proses prapenuntutan perkara penyiraman air keras dengan memperhatikan temuan-temuan kejanggalan dan temuan Komnas HAM. (Pon)