Tiga Persoalan Mendasar Picu Islamofobia Versi La Nyalla

Zulfikar SyZulfikar Sy - Sabtu, 27 Agustus 2022
Tiga Persoalan Mendasar Picu Islamofobia Versi La Nyalla
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. ANTARA/HO-Biro Pers, Media, dan Informasi LaNyalla

MerahPutih.com - Fenomena islamofobia semakin menguat di tanah air belakangan ini. Menurut Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, ada tiga hal mendasar yang menyebabkan hal itu terjadi.

Ketiga hal tersebut dikupas La Nyalla saat memberikan keynote speech Kongres Ke-2 Umat Islam Sumatera Utara di Medan, Jumat (26/8). Kegiatan ini mengangkat tema "Membangun Ukhuwah, Melawan Islamophobia, Menata Ulang Indonesia."

"Yang menjadi pertanyaan kita saat ini adalah, mengapa fenomena islamofobia belakangan semakin menguat di Indonesia? Selain faktor geopolitik internasional, menurut saya ada tiga persoalan mendasar di dalam negeri kita yang memicu meningkatnya islamofobia di Indonesia," tuturnya.

Baca Juga:

MK Tolak Gugatan Yusril soal PT 20 Persen, La Nyalla Cs Terjegal Legal Standing

Dijelaskan La Nyalla, pemicu pertama adalah polarisasi. Menurutnya, potensi konflik antarkelompok masyarakat sebenarnya terjadi sejak era kontestasi pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung yang disertai dengan ambang batas pencalonan.

"Kita semua pasti mengenal istilah presidential threshold. Di sinilah akar masalahnya. Karena akibat aturan ambang batas inilah, pasangan calon yang dihasilkan terbukti sangat terbatas," tuturnya.

Celakanya, sambung La Nyalla, dari dua kali pemilihan presiden, negara ini hanya mampu menghasilkan dua pasang calon, yang head to head. Sehingga dampaknya terjadi polarisasi masyarakat yang cukup tajam.

"Hal itu diperparah dengan semangat antarkelompok untuk selalu melakukan antitesa. Apakah itu dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi. Ditambah lagi dengan pola komunikasi elite politik yang juga mengedepankan kegaduhan. Sehingga semakin lengkap pembelahan yang terjadi di masyarakat," katanya.

Puncaknya, anak bangsa secara tidak sadar membenturkan vis-à-vis Pancasila dengan Islam. Padahal tidak satu pun tesis yang bisa menjelaskan pertentangan antara Pancasila dengan Islam.

"Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran. Dan semakin parah, ketika ruang dialog dibatasi dan dipersekusi. Baik secara frontal oleh pressure group, maupun dibatasi secara resmi oleh institusi negara," ujarnya.

Baca Juga:

Hadir di Sidang MK, La Nyalla: Pasal 222 UU Pemilu Berpeluang Lumpuhkan Negara

Faktor kedua, sebut La Nyalla, adalah semangat membangun kebinekaan dilakukan dengan kampanye moderasi agama yang tidak tepat sasaran. Seolah agama harus secara masif dan dipaksa untuk dimoderatkan.

"Tetapi yang menjadi sasaran pembahasan selalu Islam. Dan Islam seolah menjadi tertuduh sebagai penyebab kemunduran dalam hal kemampuan mengelola perbedaan dan keberagaman, karena dianggap memahami agama secara tekstual dan ekslusif," katanya.

Senator asal Jawa TImur ini menjelaskan, narasi-narasi seperti ini secara tidak langsung justru memicu menguatnya politik identitas, sebagai reaksi alami dari bentuk ketidaksetujuan terhadap konsep moderasi agama yang menyudutkan Islam tersebut.

Sementara faktor ketiga, adalah perubahan atas naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 silam, yang telah mengubah 95 persen isi pasal-pasal di dalamnya, sehingga tidak nyambung lagi dengan Pancasila.

"Bahkan penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli dihapus total. Sedangkan pasal-pasal dalam konstitusi baru tersebut justru menjabarkan ideologi lain, yaitu ideologi individualisme dan liberalisme," tuturnya.

Menurut La Nyalla, tidak mengherankan jika belakangan ini kapitalisme dan sekulerisme semakin menguat di Indonesia. Inilah pangkal dari semua persoalan yang semakin membuat Indonesia karut marut.

Oleh karena itu, saat pertemuan ketua lembaga negara dengan Presiden Joko Widodo 12 Agustus lalu, La Nyalla minta Presiden meratifikasi keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Melawan Islamofobia.

"Saya minta Indonesia juga secara resmi menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari melawan islamofobia. Karena jelas, negara ini berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti tertulis di Pasal 29 Ayat 1 konstitusi kita. Bahkan di ayat 2 tertulis dengan sangat jelas ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," kata alumnus Universitas Brawijaya Malang itu. (Pon)

Baca Juga:

La Nyalla Kritik Kebijakan Jokowi Larang Ekspor CPO

#La Nyalla Mattalitti #Ketua DPD #Islamophobia
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan