Tidak Pernah Masuk Partai Politik, Besar Konsisten pada Profesi Advokat

Bahaudin MarcopoloBahaudin Marcopolo - Senin, 25 Januari 2016
Tidak Pernah Masuk Partai Politik, Besar Konsisten pada Profesi Advokat
Ilustasi: Peradi, Perkumpulan Advokat Indonesia (Screenshoot Youtube)

MerahPutih Budaya - Besar Martokoesoemo adalah advokat bumi putera pertama di Indonesia. Besar lahir di Brebes pada tahun 1893. Setelah pulang dari Universitas Leiden, Belanda ia membuka kantor hukum pada tahun 1923 di Tegal kemudian Semarang.

Sebagian besar advokat yang hidup pada awal pergerakan nasional aktif dan tergabung dalam gerakan, organisasi dan partai- partai politik. Para advokat yang mengenyam pendidikan hukum memadukan pengetahuan mereka dengan persoalan sosial, semangat nasionalisme yang sedang mewabah di Hindia-Belanda (kini Indonesia).

Namun demikian, tidak semua advokat masuk dan bergabung dalam gerakan kebangsaan. Tidak aktifnya mereka dalam gerakan kebangsaan bukan berarti mereka tidak memiliki rasa cinta tanah air. Namun mereka berjuang dengan cara mereka masing-masing, termasuk di dalamnya membela rakyat miskin yang berhadapan dengan hukum.

Pada periode ini politik nasionalis para advokat bukan hanya membahas tata laksana pemerintahan kolonial saja, melainkan mereka sudah membahas gagasan sebuah bangsa-negara (nation-state). Besar tidak pernah masuk partai politik manapun, ia mencurahkan sebagian besar tenaganya pada profesi advokat. Namun demikian orang-orang yang bekerja padanya ikut aktif dalam gerakan politik.

"Tidak semuanya para advokat menjadi anggota partai politik namun semangat kebangsaan mereka tidak usah di ragukan. Mr Besar misalnya tidak pernah menjadi anggota partai politik," kata Daniel S. Lev, pakar ilmu politik Universitas Washington, Amerika Serikat dalam bukunya berjudul "Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan.

Dalam bukunya Daniel membeberkan, sebagai advokat Besar memiliki reputasi dan sepak terjang cemerlang. Pada mulanya ia membuka kantor hukum di Tegal, setelah berkembang pesat ia membuka cabang baru di Semarang. Di firma hukumnya itulah ia mengajak sejumlah sarjana hukum bergabung. Hampir sepuluh tahun lebih Besar bekerja sebagai advokat.

Selanjutnya saat Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, pada tahun 1944 Besar diangkat sebagai Bupati (Ken-co) Tegal pada Juni 1944. Setahun kemudian ia diangkat sebagai Wali Kota (Fuku Syuu-Cokan) Pekalongan.

Pada tahun 1945 sekelompok pemuda revolusioner memaksa Besar mundur dari jabatan Wali Kota Pekalongan, sejak saat itu ia bergabung dengan Kementerian Kehakiman dengan posisi Sekretaris Jenderal. Besar menghabiskan kariernya di Kementerian Kehakiman sampai tahun 1959.

Tidak Berpolitik, Namun Ikut Membela Bung Karno

Saat mendirikan kantor advokat di Tegal, Besar merekrut sejumlah sarjana hukum untuk bekerja di kantornya. Mereka adalah Sastro Mulyono, Suyudi, dan Sunardi. Selain sebagai advokat Suyudi aktif secara politik. Ia menjabat sebagai ketua Partai Nasionalis Indonesia (PNI) cabang Jawa Tengah.

Selain Besar, tokoh lain genarasi awal advokat yang juga membuka kantor advokat adalah Iskaq Tjokroadisurjo di Batavia. Iskaq kembali dari Belanda ke tanah air pada tahun 1926. Setidaknya ada tiga orang yang bergabung dalam firma hukum Iskak, merek adalah Sartono, Wiryono Kusumo, dan Ali Sastroamidjojo.

Berbeda dengan Besar, kumpulan advokat yang tergabung dalam kantor hukum Iskak ikut aktif dalam gerakan politik-kebangsaan. Mereka tergabung dalam Partai Nasionalis Indonesia (PNI) bentukan Sukarno.

Sejak masih kuliah di Leiden, Belanda, Iskak sudah tertarik dengan gerakan sosial-politik Perhimpunan Indonesia (PI). Ia memiliki banyak rekan dalam gerakan tersebut. Setelah kembali ke tanah air, ia memutuskan untuk tidak bekerja kepada pemerintah Kolonial, melainkan bekerja mandiri dan berjuang keras mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Begitu kembali ke Indonesia, Iskak langsung bergabung dengan Sukarno dalam PNI. Sepak terjang mereka PNI dianggap meresahkan pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya pada tahun 1929, mereka di tahan pemerintah Kolonial Belanda. Iskaq sempat ditahan beberapa bulan, namun akhirnya di dilepaskan dengan syarat ia tidak kembali ke Batavia dan Bandung. Sedangkan Sukarno, Suyudi dan Gatot Mangkupraja tetap mendekam di dalam penjara.

Dalam sidang di landraad Bandung pada tahun 1930, pembela Sukarno terdiri dari Sartono (berasal dari kantor Iskaq-Sartono) yang berada di Batavia, Sastro Mulyono dan Suyudi yang keduaya berasal dari kantor Mr. Besar. Seorang advokat lain juga dilibatkan, Idi Prawiradiputera, namun ia kurang aktif.

Besar memang tidak terlibat langsung sebagai pengacara, namun selama sidang berlangsung ia banyak membantu staf dari kantor Sartono. Dalam sidang tersebut, majelis hakim memutuskan Sukarno bersalah karena tudingan menghasut rakyat dengan pidato-pidatonya. Selanjutnya Sartono tampil sebagai pimpinan PNI yang ditahan pemerintah kolonial.

Setelah Indonesia merdeka, dalam rentang waktu tertentu para advokat sangat berpengaruh dalam politik. Mereka terlibat aktif dalam merumuskan dan menyusun aturan bagi bangsa Indonesia. Sepak terjang mereka sangat mencolok dalam demokrasi parlementer (1950-1957).

BACA JUGA: 

  1. Mengenal Besar Martokoesoemo, Advokat Pertama di Indonesia 
  2. Kejati DKI Jakarta Belum Tahu Rencana Ekspos Kasus Mirna 
  3. Mengenal Sistem Hukum dan Peradilan di Kerajaan Majapahit 
  4. Buntut Tewasnya Bripka Taufik, Polisi Sikat Sarang Narkoba 
  5. Pria Bertato Tewas Tertembak di Johar Baru Bernama Rico
#Pengacara #Besar Martokoesoemo
Bagikan
Bagikan